Capim KPK dari Polri Paparkan Konsep Penegakan Hukum ke Depan

oleh
oleh
Capim KPK dari Kepolisian Syahrul Mama (Beritaasatu.com)
Capim KPK dari Kepolisian Syahrul Mama (Beritaasatu.com)

Beritaasatu – Inspektur Jenderal Polisi Syahrul Mamma adalah salah satu perwira tinggi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang direkomendasi untuk mendaftar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019.

Perwira Tinggi Staf Sumber Daya Manusia (Pati SSDM) Polri di kantor Menko Polhukkam itu, memberi pandangan tentang bagaimana konsep penegakan hukum ke depan. Berikut petikan wawancaranya:

Polri sering dihadapkan berlawanan dengan KPK, atau sebaliknya. Apakah dua lembaga ini masih bisa disinergikan?

Saya rasa sangat mudah mensinergikan antara kedua lembaga ini. Sepanjang masing-masing pimpinan, masing-masing anggota, memahami fungsi dan tugas masing-masing. Tidak ada yang merasa dirinya lebih hebat. Tidak ada yang merasa dirinya lebih punya kemampuan. Sama-sama. Karena yang bekerja di KPK juga dari kepolisian dan kejaksaan. Harusnya kan tidak saling bertentangan.

Ini kadang-kadang, kalau ada salah satu lembaga yang memamerkan kemampuannya, pasti lembaga lain juga akan memamerkan. Bahwa saya juga punya kemampuan, kan gitu. Karena manusia itu kan tidak ada yang luput dari salah, dalam arti tanda kutip bukan salah kriminal gitu, ya. Ada saja kesalahan.

Anda direkomendasikan untuk jadi calon pimpinan KPK. Apa pandangan anda tentang lembaga tersebut?

Saya sih berpikir begini, KPK kan selaku supervisor. Srtinya bisa mensupervisi, bisa mengkoordinasikan, bisa mengarahkan, dan bahkan bisa mengambil alih kasus-kasus penyidikan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan seperti Polri dan Kejaksaan. Kalau koordinasinya semua bagus, artinya supervisinya bagus, pasti gak ada masalah.

Dulu saya pada waktu menjabat Dirkrimsus Polda Metro Jaya, saya punya kasus yang sangat sulit. Sudah 18 kali pulang pergi dari jaksa ke polisi, gak masuk-masuk. Saya datang ke KPK untuk berkoordinasi. “Ini bagaimana ini, kasus saya sudah 18 kali ditolak?” Jadi Ketua KPK memanggil Jaksa dan kita duduk bersama, akhirnya ada jalan keluarnya.

Kalau umpama masing-masing lembaga memahami tugas dan fungsi masing-masing, tidak merasa dirinya besar, dan tidak merasa dirinya melebihi dari pada yang lain, saya rasa itu bisa. Karena kita kan sama-sama bertugas.

Buktinya antara polisi dan jaksa sama-sama punya kewenangan penyelidikan, dari dulu tidak ada masalah kan? Tidak ada masalah. Tapi kalau umpama salah satu mempermalukan yang lain, pasti akan ada suatu gesekan. Jadi bagi saya sepanjang kita bekerja bersama-sama dan tujuan pokoknya sama, tidak ada masalah. Kecuali kalau tujuannya lain, ya.

Apa ini semacam dibutuhkan suatu kebesaran hati?

Ya, harus. Harus itu. Harus memiliki kebesaran hati. Tidak bisa merasa hebat sendiri. Ya contoh seperti saya. Saya kan polisi.

Saat itu KPK masih baru, masih zaman Pak Taufiqurrahman Ruki. Saya datang dan bahkan KPK sama-sama datang ke tempat saya berkoordinasi. Saya melakukan itu dan sangat harmonis.

Saya pernah rasakan karena saya pernah dinas di Polda Metro Jaya menjabat Direktur Kriminal Khusus yang mebidangi tindak pidana korupsi. Kita rangkul, justru kita yang datang kepada KPK. “Ini ada kasus ini, oleh jaksa ditolak.”

Saya tidak ribut sama jaksa, walau pun ditolak 18 kali, saya kembalikan lagi. Tapi tidak ada keributan. Jaksa mempertahankan ini, saya mempertahankan ini. Siapa menengahi? Saya datang ke KPK. Bersama KPK, bertiga kita duduk bersama, akhirnya ada solusi.

Jadi artinya, bahwa selama saya jadi polisi dalam melakukan suatu penegakan hukum, sepanjang itu memang dalam rangka penegakan hukum yang murni, profesional dan prosedural, serta proporsional. Jadi tidak perlu ada merasa besar, merasa rendah, dan merasa lebih.

Ini yang Anda maksud dengan saling berkonsultasi?

Kalau memang kita gak tahu ya kita bertanya. Karena penegakan hukum itu kan memang beda persepsinya. Dalam kasus yang sama, umpama saya menangani pembunuhan, sama -sama pembunuhan, tapi karakternya berbeda penanganannya. Jadi menangani kasus itu tidak semudah membalik telapak tangan.

Dan seorang penyidik itu, dia memang tidak bisa muncul begitu saja. Begitu selesai pendidikan langsung bisa menetas, bisa mampu. Tidak. Dia berdasarkan pengalaman.

Di situ ada pengalaman, di situ ada intuisi, di situ ada naluri atau insting, dan situ ada namanya bakat. Penyidik itu ada juga kalau dipaksa gak bisa keluar, memang ada bakat di situ. Jadi di samping pendidikan formal, ada hal-hal lain yang mendukung kita dalam rangka menangani suatu masalah yang rumit, kadang juga harus meminta kepada yang di atas, meminta petunjuk. Jadi bukan sekadar artinya punya kemampuan formal. Ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhi. Dan harus kita akui menangani kasus itu tidak hitam-putih.

Tugas KPK selain penindakan juga ada pencegahan, bagaimana menurut Anda?

Kalau saya berpikir begini, kalau saya umpama bisa jadi, di samping penindakan yang saya lakukan, saya kuatkan supervisi dan koordinasi. Karena kalau umpama saya sendiri kuat, sementara Polri dengan jaksa dianggap lemah, itu satu sisi saya tidak berhasil, dong. Selaku supervisi kan, saya harus kuatkan juga Polri dengan jaksa. Kalau gak bisa, saya dorong terus. “Ini kenapa begini?”

Di sinilah diperlukan suatu jiwa besar, untuk berkoordinasi, untuk berkomunikasi. Kalau umpama KPK kuat dan mendorong menguatkan Polri dan jaksa dengan supervisinya itu, dengan koordinasinya itu, dengan pengendaliannya itu, ini kan bagus. Berarti kan dia berhasil. Kalau dia berhasil sendiri, sementara polisi dan jaksa terpuruk-puruk, susah. Percuma kan?

Apakah KPK mampu menangani kasus di daerah-daerah? KPK hanya berada di pusat, sementara banyak korupsi berada di daerah-daerah. Mungkin kita tidak pernah menghitung kemampuan polisi dengan jaksa yang menyelesaikan korupsi di daerah. Apakah pernah kita menghitung siapa yang menangani korupasi di daerah-daerah itu, yang terpencil, kecil, dan banyak?

Karena masalahnya kan, KPK menangani yang besar-besar sehingga muncul di permukaan. Tapi kan Polri dengan jaksa kan tidak. Bukannya saya melakukan pembelaan, ya. Tidak.

Tapi harus kita mampu memberdayakan penyidik Polri dan penyidik kejaksaan. Karena penyidik yang ada di KPK kan penyidik Polri dengan jaksa juga. Apa bedanya? Hanya beda di kewenangan. KPK punya kewenangan yang lebih besar dari pada Polri dan jaksa. Nah, Jadi dari kewenangan yang besar itulah mendorong KPK dengan  Polri kalau umpama ada hal-hal yang krusial itu diambil alih atau didorong dan diarahkan. Itu pertama.

Yang kedua, mengkoordinasikan dan melakukan suatu pembinaan terhadap pengawas-pengawas internal yang ada di kelembagaan dan kementerian. Koordinasi dengan BPK, BPKP, atau juga lembaga-lembaga lain yang berhubungan langsung. Kalau umpama itu kasusnya kira-kira terlalu mudah, serahkan saja kepada jaksa sama polisi. Kalau umpama terlalu banyak, ya kita kan bisa sinergi. Namanya juga sinergi, ya polisi tangani ini, jaksa tangani ini, KPK tangani yang ini. Kan bisa begitu. Supaya sinergitas dan koordinasi ini selalu terjalin, memang harus, ya tadi, berjiwa besar.

Saya juga berpikir begini, bahwa keberhasilan itu bukan hanya menahan orang, tapi bagaimana orang itu tidak melakukan suatu kejahatan. Itulah yang berhasil. Kalau cuma menangkap dan menangkap terus, kapan Indonesia akan bersih? Kita harus melakukan perubahan sistem, membuat suatu sistem koordinasi yang bagus, sistem koordinasi antara lembaga dan kementerian, termasuk pengawas internal yang ada itu kita kuatkan dan kita koordinasi, dan BPK juga apabila melakukan penemuan-penemuan ya kita pelajari.

Kewenangan KPK lebih besar itu dalam hal apa?

Dia punya penyitaan, penyadapan, dan lain sebagainya. Artinya ada aturan yang memang mereka punya kewenangan yang lebih besar. Yang kedua punya anggaran yang tidak terbatas. Kan beda memang beda. Sehingga dia harus mendorong memanfaatkan itu untuk mendorong jaksa dengan polisi.

Anda dicalonkan atau mencalonkan diri maju sebagai calon pimpinan KPK?

Saya punya inisiatif sendiri.

Tujuannya?

Saya ingin mengabdikan diri dalam rangka menangani permasalahan-permasalahan korupsi. Dulu saya pernah ikut tes Direktur KPK waktu zamannya Pak Tumpak Hatorangan Panggabean. Saya dikirim dan didorong oleh Polri untuk ikut tes direktur.

Pada saat itu ada dua orang, saya tidak lolos, yang lolos satunya. Kemudian tahun 2011, saya didorong lagi oleh organisasi Polri, dari 10 orang anggota Polri salah satunya saya, untuk mengikuti tes deputi. Waktu itu ada 11 jaksa dan 10 polri, jadi 21. Dari 21 itu tidak ada yang lolos. Setelah dikirim susulan, baru itu yang lolos jadi deputi.

Berarti inisiatif maju sebagai pimpinan KPK itu tidak muncul sekarang, ya?

Ya, itu kan ndak ujug-ujug sekarang. Saya sudah dua kali mengikuti dari tingkat direktur sampai deputi.

Apa persiapan yang dilakukan?

Ya, bagi saya tidak ada persiapan. Apa adanya. Ini kan tugas pokok kita. Tugas sehari-hari yang sudah terbiasa kita laksanakan. Jadi kita hanya menyiapkan administrasi saja. Biar nanti yang menilai kan pansel, bukan kita.

Ada yang bilang bahwa penanganan kasus korupsi di indonesia, ketika semuanya diberantas, maka negara akan hancur. Anda setuju?

Saya katakan begini, bahwa memang penanganan korupsi ini harus kita lihat dari permasalahan yang secara faktual. Kalau memang itu dirasa merugikan negara secara terstruktur dan sebagainya, harus diberantas, kalau itu negara yang dirugikan, apapun resikonya. Memang harus begitu. Namanya juga merugikan negara.

Artinya begini, dalam arti merugikan negara itu, ini uang diperuntukkan untuk membangun jalan, diambil separoh, itu kan merugikan negara. Jadi harus ada suatu hal yang betul-betul sangat jelas bahwa itu sangat merugikan negara. Atau umpanyanya bantuan sosial untuk masyarakat, ditilep juga, ya itu kan namanya merugikan negara.

Yang jelas, kalau niatnya baik, insyaallah akan baik. Apa pun yang kita lakukan dengan tujuan dan niat baik, pasti jalannya juga akan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.