Jakarta, beritaasatu.com – Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (NK-RAPBNP) tahun Anggaran 2015 menunjukkan tak ada perubahan paradigmatik dalam kebijakan pemerintah.
“Berdalih untuk meningkatkan efisiensi anggaran, pemerintah dengan tegas menyatakan akan menghapus subsidi BBM jenis premium dan mengurangi alokasi subsidi untuk BBM jenis solar dengan cara memberikan subsidi tetap,” demikian disampaikan Analisis tim ekonomi Puspol Indonesia Kusfiardi saat jumpa pers di Bakoel Koffie Menteng, Rabu (21/1/2015).
Dikatakan dia, alhasil belanja subsidi dalam RAPBNP 2015 tergerus dalam dari semula Rp. 414,680 Triliun menjadi Rp. 232,716 Triliun. Dengan adanya pemangkasan tersebut subsidi energi yang semula dialokasikan sebesar Rp. 344,702 Triliun hanya tersisa menjadi Rp. 158,435 T.
Pada sisi lain, lanjut dia, pemerintah sangat kooperatif terhadap kepentingan investor dan dunia usaha dalam hal penerimaan negara dari pajak. Pemerintah membatasi diri dalam mengoptimalkan upaya penerimaan pajak agar tidak mengganggu perkembangan investasi dan dunia usaha.
“Bahkan pemerintah tak segan memberikan insentif perpajakan dalam bentuk pajak dan bea masuk yang ditanggung pemerintah bagi sektor-sektor usaha tertentu,” terang dia.
Lebih lanjut, Kusfiardi menerangkan penjelasan pemerintah itu mengindikasikan bahwa target penerimaan pajak yang alokasinya meningkat dari Rp. 1.379 T menjadi Rp. 1.484 T bisa saja tidak terpenuhi. Kebijakan pemerintah tersebut menunjukkan kontradiksi yang tajam. Pada satu sisi pemerintah mengeluhkan alokasi subsidi yang dianggap membebani anggaran. Pada sisi yang lain pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam mengoptimalkan pemungutan pajak sebagai sumber penerimaan negara yang penting.
“Andaipun target penerimaan pajak tersebut bisa terpenuhi, tidak membantu banyak dalam mengatasi defisit anggaran. Meskipun alokasi subsidi sudah dipangkas sebesar Rp 181,964 T dengan alasan efisiensi, ternyata defisit anggaran hanya berkurang sebesar Rp 19,976 T saja,” beber dia.
Lebih jauh, tambah Kusfiardi, kehadiran pemerintahan baru Jokowi-JK selalu diiringi dengan harapan adanya perubahan. Masyarakat mengharapkan agar pemerintahan baru bisa menjalankan kebijakan yang dapat membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Harapan tersebut bukan saja wajar, tetapi juga mendapatkan legitimasi dari konstitusi UUD 1945. Meskipun sudah diamandemen beberapa kali, pasal-pasal dalam konstitusi negara secara jelas mengamanatkan kepada pemerintahan untuk senantiasa melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Kemudian mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.
“Namun agaknya harapan itu masih jauh untuk bisa terwujud,” pungkas Kusfiardi.