KSBSI: Putusan Sidang Gugatan Ganti Rugi Hak Cipta Logo, Mars, dan Tridarma Patut Disyukuri

Ekonomi58 Dilihat

logo ksbsiJakarta, beritaasatu.com – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mengungkapkan rasa syukurnya atas putusan sidang gugatan perbuatan melawan hukum dan ganti rugi pemakaian hak cipta tanpa ijin lisensi pemilik yang sah atas logo dan nama Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (logo SBSI), Mars SBSI dan Tridarma SBSI yang didaftarkan oleh penggugat atas nama DR. Muchtar Pakpahan (MP), SH., MA. terhadap Dewan Eksekutif Nasional KSBSI sebagai tergugat I beserta 9 Federasi yang berafiliasi ke KSBSI dan Koperasi Anggota SBSI sebagai tergugat XI. Sidang yang dipimpin Hakim Suud itu di gelar Pengadilan Niaga Jakarta, Kamis lalu (19/3/2015).

“Putusan tersebut merupakan suatu hal yang menunjukan sebuah keadilan, dan tentunya harus dihormati oleh para pihak. Ini patut disyukuri dan merupakan peristiwa sejarah perkembangan KSBSI. Apalagi putusan ini muncul menjelang Kongres KSBSI yang akan dilaksanakan bulan Mei 2015 nanti, di Asrama Haji Pondok Gede,” kata Presiden KSBSI Mudhofir, di Jakarta, Selasa (24/3/2015).

Sebelumnya, dalam putusannya, Hakim Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Suud menyatakan: menolak seluruh gugatan penggugat, dengan pertimbangan bahwa penggunaan logo, mars dan tridarma SBSI tidak digunakan untuk kegiatan komersil untuk mencari keuntungan dan tidak diperdagangkan oleh KSBSI, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah berdirinya SBSI yang berubah nama menjadi KSBSI pada tahun 2003 berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Lebih lanjut, Mudhofir mengaku pihaknya tetap memberikan hak kepada pihak-pihak untuk menempuh langkah hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku jika merasa tidak puas terhadap putusan tersebut.

“Tapi putusan ini menunjukan eksistensi KSBSI sebagai organisasi besar dan menjadi pelajaran menuju sebuah kedewasaan dalam dinamika berorganisasi, dengan tetap menghormati tokoh-tokoh pendiri SBSI serta menjalankan amanat dan nilai yang terkadung dalam logo, mars dan tridarma SBSI untuk perjuangan menuju kesejahteraan buruh Indonesia,” terang Mudhofir.

Untuk diketahui, sengketa mengenai logo, mars dan tridarma SBSI dimulai ketika Muchtar Pakpahan, tokoh pendiri KSBSI, mendaftarkan gugatannya pada tanggal 18 Januari 2013 yang didaftarkan kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Register: 01/PDT.SUS/HAKCIPTA/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tertanggal 21 Januari 2013.

Kemudian, Majelis Hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui surat putusan No: 01/PDT.SUS/HAKCIPTA/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, memutuskan; Mengabulkan gugatan penggugat yaitu DR. Muchtar Pakpahan, SH, MA dan memutuskan bahwa penggugat adalah pencipta logo SBSI, membatalkan permohonan pendaftaran logo yang diajukan tergugat serta memerintahkan Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mendaftarkan logo atas nama SBSI bukan atas nama tergugat dalam hal ini Rekson Silaban (Presiden KSBSI sebelumnya).

Atas putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rekson Silaban dan Eduard Marpaung melakukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung dengan Perkara Nomor : 444 K/Pdt.Sus-HKI/2013, yang memutuskan pada tanggal 9 Desember 2013 dengan putusan sebagai berikut : Menolak Pemohon Kasasi I : Rekson Silaban, SE., dan Pemohon Kasasi II : Eduard Parsaulian Marpaung, SE., tersebut.

Atas dasar putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan penolakan permohonan Kasasi, maka Muchtar Pakpahan selaku pencipta logo melakukan pelarangan kepada KSBSI dan 9 Federasi serta Koperasi SBSI untuk menggunakan dan memakai logo dan nama SBSI, mars SBSI dan Tridarma SBSI serta meminta Pengadilan Niaga untuk menghukum KSBSI dan 9 Federasi serta Koperasi SBSI dengan membayar royalty dan denda sebesar 6,8 Milyar rupiah serta sita jaminan terhadap Kantor KSBSI yang beralamat di Jalan Cipinang Muara Raya No.33 Jatinegara-Jakarta Timur. Muchtar Pakpahan mendaftarkan gugatannya pada kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Komentar