Jakarta, beritaasatu.com – Babak baru mulai muncul, usai Komjen Pol Budi Gunawan bebas dari jeratan tersangka atas dikabulkannya permohonannya sidang praperadilan, selanjutnya Abraham Samad kini menjadi tersangka.
“Inilah ironi hukum kita. Pembebasn BG ditandai dengan perubahan sistem penegakan hukum yang akan berdampak pada penegakan hukum yang murah, efesien dan pasti,” kata Pengamat Politik LIMA Ray Rangkuti, Selasa (17/2/2015).
Menurut Ray, Hakim Sarpin Rizaldi mengundang kontroversi dengan menyempitkan makna penegak hukum. Bahwa tidak sama polisi berarti aparat penegak hukum. Berbilang satu hari muncul pengakuan bahwa AS dijadikan tersangka mengikuti BW yang juga ditetapkan tersangka oleh dua peristiwa hukum yang sumir. Pertama, diduga mengarahkan kesaksian palsu pada sidang yang dinyatakan hanya satu pelakunya yang bersaksi palsu dari 68 saksi yang ada. Kedua ditersangkakan karena memalsukan dokumen seseorang yang hingga hari ini tak jelas apa kerugian masyarakat dan negara dari tindakan pemalsuan itu.
“Dan ironi hukum ini bergayung di tengah ketidakpedulian Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan,” kata dia.
Pada hal, lanjut Ray, khususnya Kepolisian, jelas ada di bawah kekuasaan presiden. Seperti seolah hendak menjauhkan diri dari intervensi, Presiden menutup mata pada kasus-kasus penegakan hukum yang ironi ini.
“Jelas sumber masalah kita bukan pada KPK yang memberantas korupsi. Tapi pada institusi kepolisian yang jauh dari semangat reformasi. Polisi dengan cepat menetapkn BW dan AS sebagai tersangka pada hal tak berimplikasi merusak sendi bernegara, tapi luput dengan sungguh-sungguh memeriksa dugaan adanya kepemilikan rekening gendut oknum kepolisian,” papar dia.
Dijelaskannya, penetapan BG sebagai tersangka gratifikasi oleh KPK bukannya dijadikan sebagai bahan intropeksi Kepolisian, yang ada adalah serangan balik yang bertubi-tubi kepada pimpinan KPK yang membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi macet. Ranking polisi yang merosot sebagai lembaga yang dipercaya oleh masyarakat, sebagaimana disebut LSI, juga tak menjadi bahan evaluasi.
“Kepolisian kita tumbuh menjadi lembaga yang seperti tak tersentuh reformasi. Saat TNI melakukan koreksi yang cukup ke dalam, polisi kita larut dengan keterpurukan wibawanya. Jelas, presiden dituntut untuk melakukan tindakan cepat dan tepat untuk pembenahan refomasi Kepolisian. Ancaman besar bangsa kita bukan dokemen palsu tapi merajalelanya korupsi. Maka presiden selamatkanlh negeri ini,” tandasnya.