Jakarta, beritaasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa tahun 2015 masih menjadi tahun politik karena adanya rencana pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun tersebut.
“Satu hal yang penting adalah tahun ini tetap tahun politik,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Kamis (8/1).
Indikatornya menurut Bambang adalah pelaksanaan pilkada serentak pada 2015. “Indikatornya pemilihan kepala daerah kalau sesuai rencana dan tidak berubah akan dilangsungkan pada 2015 secara serentak, kalau itu terjadi maka seluruh proses penyelenggaraannya butuh kapitalisasi uang
yang luar biasa dahsyat yang bila tidak dikelola dengan benar akan ada banyak masalah di bidang tindak pidana korupsi,” tambah Bambang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga saat ini telah merencanakan pelaksanaan pilkada serentak untuk 204 daerah digelar pada 16 Desember 2015. Jumlah tersebut sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang diterbitkan Susilo Bambang Yudhoyono saatmenjadi presiden ketika itu dan mengatur tentang pilkada serentak pada daerah yang masa jabatan pemerintahannya habis pada 2015.
Selain itu terbuka kemungkinan terjadinya pilkada tidak langsung yang menurut Bambang membuka kemungkinan terjadi tindak pidana korupsi yang lebih besar lagi. “Yang mengerikan kalau pilkada tidak langsung sementara tensi antara dua koalisi itu masih terjadi jadi bisa mendorong potensi korupsi yang luar biasa apalagi kalau terjadi segregasi sosial di masyarakat,” ungkap Bambang.
Pilkada tidak langsung disahkan melalui UU No 23 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah pada 25 September 2014, keputusan itu diambil setelah Koalisi Merah Putih (KMP) yang pro terhadap pemilihan kepala daerah oleh DPRD memenangkan voting dalam sidang paripurna. Namun pemerintah pun akhirnya menerbitkan dua perppu terkait pemilihan kepala daerah yaitu
Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sekaligus mencabut UU No 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Perppu kedua adalah Perppu No 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menghapus tugas dan kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah, sayangnya perppu tersebut dapat ditolak oleh parlemen.
“KPK harus meminamilisasi segregasi sosial, jadi kami membuat kajian apa program pilkada di daerah, bagaimana impelemtansinya di daerah,” ungkap Bambang.