Beritaasatu.com – Pepatah kuno Tiongkok mengatakan,”Kalau miskin, jangan melawan orang kaya. Meski kaya, jangan lawan penguasa. Rebut cintanya, maka kamu bisa kendalikan dia.” Pepatah ini kiranya tepat untuk menggambarkan kondisi politik saat ini.
Komisioner KPK yang berani menetapkan calon tunggal penguasa untuk Kapolri sebagai tersangka kini merasakannya. Siapa yang menyerang penguasa harus membayarnya.
Semua kisruh politik diduga berjalin berkelindan. Pertama, Budi Gunawan, yang disinyalir diplot Megawati untuk mengungkap kasus yang melibatkan dedengkot Demokrat dijadikan tersangka oleh KPK.
Dari sebuah sumber, mulanya hanya AS dan BW yang ngotot menyangka BG. Sementara komisioner lain menunggu bukti lengkap, AS dan BW mengatakan yang penting disangka dulu dan bukti dicari kemudian. Di sini, disinyalir ada bau-bau politis.
Sebagai penguasa yang memiliki mata dan telinga kelas wahid seperti BIN yang dapat mengakses segala informasi di segala infrastruktur pemerintahan, bahkan KPK sendiri, tentu presiden (dan partai pengsusungnya sebagai perikutan) sangat diuntungkan. Informasi tentang rekam jejak sekecil apapun atas seseorang tentu mudah dilacak.
Hasilnya, BW diseret Bareskrim, dan menyusul semua pimpinan KPK.
Di tengah aksi menetapkan BW tersangka dan menyidik pimpinan KPK lainnya, muncul kabar dari kader Demokrat Sutan Bhatoegana. Sutan ditahan KPK atas kasus korupsi berupa gratifikasi dari mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Sutan segera ditangkap untuk mengantisipasi gagalnya BG manjadi Kapolri.
Sutan kemungkinan akan menjadi whistle blower dan ini akan menyeret “garong besar” dari Demokrat, seperti yang diharapkan orang-orang di belakang Tanduk Banteng.
Di tengah situasi ini, berlangsung pertemuan konsultasi antara DPR dan Presiden di Istana, soal KPK juga Freeport. Mereka kabarnya mengantisipasi jika semua komisioner KPK menjadi tersangka.
Bagaimana jalan keluarnya? Salah satu jalan keluarnya adalah Presiden bisa mengeluarkan PERPU untuk menunjuk komisioner (Pelaksana Tugas) KPK dan mengeluarkan Kepres dibentuknya Panitia Seleksi Komisioner KPK dan yang terpilih diserahkan kepada DPR untuk diminta persetujuan.
Dengan cara seperti ini, tetap saja penguasa pemenangnya. Namanya juga penguasa, dia bisa mengendalikan lakon bak dalang. Makanya, tidak boleh menganggap enteng penguasa, meskipun tampak santai dan lemah sekalipun.
Sekarang, di luar pimpinan KPK yang siap-siap digondol Bareskrim, masih ada garong kakap yang ketar-ketir bakal diseret melalui mulut Bathoegana. Bisa dipastikan drama bakal bakal berakhir ngeri-ngeri sedap