Beritaasatu – Jaringan 98 memprediksi bakal muncul potensi amok dalam beberapa tahun ke depan.
Menurut Juru bicara Nasional Jaringan 98 Ricky Tamba, konfliknya kualitatif yakni pertentangan kaya-miskin, tak rasialis diskriminatif lagi.
“Berbahaya bila rakyat dipaksa kerja keras tiap hari hanya untuk sambung hidup, sementara pejabat foya-foya, korupsi merajalela dan negara tak berdaya,” tegas dia, Selasa (21/7/2015).
Lebih lanjut, Ricky menyarankan Presiden Joko Widodo segera mengambil terobosan ‘thinking out of the box’ yang konkrit dan terukur di bidang penegakan hukum. Bila tidak, kata dia, keresahan rakyat mudah dimanipulasi elite busuk antek nekolim neoliberalisme untuk disintegrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Sebagai kepala negara, Jokowi berhak intervensi positif KPK, Polri, Kejagung, BIN, dan bisa perintahkan TNI untuk BKO (Bawah Kendali Operasi) supervisi KPK lakukan cegah tangkal dini dan operasi terbatas antikorupsi,” bebernya.
Menurut dia, KUHP dan KUHAP sudah usang dan kolonialistik warisan Belanda. Cepat berlakukan yang baru, zakelijk ketat, tidak banyak celah.
“Pidana korupsi sebagai ancaman pokok stabilitas negara, bisa dibuat bab tersendiri. Sanksi tak hanya hukuman mati, juga penyitaan aset dan pemiskinan koruptor,” ujarnya.
Lebih jauh, Pemilukada yang akan dihelat pada 9 Desember 2015 jangan jadi demokrasi prosedural semata, karena nasib jutaan rakyat dan stabilitas negara taruhannya. Indikasi korupsi dan pidana seperti ijazah palsu yang disangkakan kepada petahana (incumbent) dan calon lain harus tuntas sebelum hari H, agar tidak rawan politisasi.
“KPK jangan alay lebay, baru OTT terus sibuk pencitraan. Tunjukkan taringmu, tangkap calon Kepala Daerah yang korup, juga bandarnya. Kejagung dan Polri harus bersinergi karena keterbatasan personil KPK, serta bereskan pidana di luar korupsi. Jangan tebang pilih. Di bawah komando Presiden Jokowi, tegakkan hukum walau langit runtuh!” pungkasnya.