Beritaasatu – Tampilnya perwira Polri dalam pencalonan kepala daerah maupun di institusi lain merupakan hal positif bagi citra kepolisian dan sekaligus bisa menjadi tolok ukur kepercayaan publik pada institusi Polri yang selama ini cenderung negatif.
Namun, menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, tampilnya perwira Polri dan pejabat Kejaksaan dalam jajaran komisioner KPK dinilai sebagai sebuah langkah mundur.
“Sebab lahirnya KPK adalah akibat ketidakmampuan Polri dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi,” kata Neta, di Jakarta, Selasa (7/7/2015).
Lebih lanjut, Neta berharap Pansel KPK mencermati keberadaan para perwira Polri dan kejaksaan yang mendaftar sebagai Komisioner KPK. Jika para perwira Polri dan kejaksaan masuk dalam jajaran Komisioner KPK, sebaiknya KPK dibubarkan saja dan pemerintah didorong untuk memperkuat Polri dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
“KPK akan menjadi sangat aneh, jika awalnya terbentuk karena ketidakmampuan Polri dan kejaksaan, kok malah komisionernya justru diisi para polisi dan jaksa,” sebutnya.
Dikatakan Neta, secara kasat mata kemampuan dan komitmen polisi yang mendaftar sebagai Komisioner KPK bisa diukur. Antara lain, saat mereka menjadi kapolsek, kapolres, kapolda atau pejabat kepolisian lainnya, apakah mereka pernah membongkar atau menangani kasus korupsi, terutama di internalnya. Jika mereka tidak pernah atau tidak mau membongkar kasus korupsi, terutama di internalnya, lalu apa yang bisa diharapkan dari mereka saat duduk menjadi Komisioner KPK.
“Sementara berbagai lembaga survei mengatakan Polri sebagai lembaga terkorup, lalu apakah polisi-polisi itu bisa diharapkan membersihkan atau membongkar kasus-kasus korupsi di internal kepolisian,” bebernya.
Untuk itu, sambung Neta, Pansel KPK harus bekerja keras dan harus menghindari hal-hal yang “lucu” di KPK jilid empat.