Jakarta, beritaasatu.com – Menkum HAM Yasonna Laoly, Jaksa Agung Prasetyo, Menko Polhukam Tedjo Edhy, bersama perwakilan MA dan MK menggelar pertemuan membahas soal Peninjauan Kembali (PK) lebih dari satu kali di Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Kuningan Jaksel, Jumat (9/1/2015).
“Kita undang lembaga negara MK, MA, Menko, Jaksa Agung. Karena urusannya harkat dan martabat hakim ini pelaksanaan kehakiman,” demikian disampaikan Yasonna.
Dikatakan Yasonna, pertemuan itu dalam rangka mencari common ground agar dapat melaksanakan kebijakan yang baik. Tidak elok masalah PK hanya sekali berdebat di media dan harus dibicarakan secara khusus.
“Artinya, kita lihat kalau ada yang berpandangan tidak cukup satu kali karena demi kepastian hukum,” terang dia.
Menurut dia, ada yang berpendapat putusan PK berkali-kali tapi juga harus dibatasi novumnya. Hal tersebut dibolehkan tapi harus ada pembatasan-pembatasan dan argumentasi yang benar, karena kalau asal saja nanti setiap orang bisa melalakukan dengan alasan apapun dan tidak menjamin keadilan dan kepastian hukum.
“Jadi ini yang mau kita bicarakan. Ini sudah kita sampaikan ke bapak presiden,” ujarnya.
Sementara Menko Polhukam Tedjo Edhy mengaku pertemuan itu bagaimana menyikapi masalah aturan PK yang diajukan berulang-ulang. “Harus ada pembatasan, supaya ada kepastian hukum. Kalau tidak ada kepastian hukum, kapan eksekusinya?” kata Tedjo.
Lebih jauh, Tedjo menuturkan, hasil dari pertemuan ini akan tentukan. Apakah bisa dengan SEMA dari Mahkamah Agung, tapi itu harus miliki dasar hukum yang kuat. “Ini yang kita bicarakan. Termasuk dengan pakar-pakar hukum,” tegasnya.
Tedjo mengatakan, ekskusi mati pasti dilakukan. Hanya saja masih dibicarakan teknis eksekusinya seperti apa nantinya.
“Ya, kalau eksekusi pasti. Hanya, teknis aturannya, jangan sampai kebijakan presiden nanti jadi bumerang. Jangan sampai Terbuka ruang untuk orang lain menyerang kebijakan presiden. Itu kita gak mau, kita harus amankan kebijakan presiden,” tutupnya.