Jakarta, beritaasatu.com – Sejumlah eks aktivis mahasiswa 1998 menilai film Di Balik 98 karya Lukman Sardi memuat kebohongan. Menyusul tudingan Adian Napitupulu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, terhadap film Di Balik 98 , kini giliran kelompok Aktivis 98 yang menyuarakan protes.
Kelompok yang beranggotakan mantan aktivis mahasiswa pada era reformasi tahun 1998 ini menyatakan ketidaksetujuannya terhadap perilisan film fiksi panjang karya perdana Lukman Sardi tersebut. Aktivis 98 beralasan, Di Balik 98 tidak akurat dalam menceritakan sejarah.
“Kami bersepakat untuk menyatakan sikap bahwa tidak mempersoalkan kreasi teman-teman pekerja seni. Namun, mempersoalkan penggalan sejarah yang dibuat fiksi itu,” kata salah satu anggota Aktivis 98, Ridwan Darmawan, Jumat (9/1/2015).
Menurut Aktivis 98, riset untuk pembuatan film yang dibintangi Chelsea Islan dan Donny Alamsyah ini tidak dilakukan dengan benar. Mereka mencontohkan salahnya penyebutan nama-nama korban penembakan di kampus Trisakti. Selain itu, adegan yang menampilkan bendera PRD (Partai Rakyat Demokratik) di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR adalah bentuk kebohongan.
Sebab, menurut Aktivis 98, tidak ada campur tangan maupun kepentingan partai politik yang masuk dalam gerakan mahasiswa pada saat itu “Kondisinya, pelaku sejarah 98, kami masih ada, kami masih hidup. Kondisinya (dalam film Di Balik 98, red) dilihat dari sudut pandang perempuan. Kalau anak saya sampai melihat, kok film 98 seperti itu? Nah itu akan merusak pola pikir anak muda terhadap sejarah reformasi yang ada d Indonesia. Karena memang tidak sesuai dalam penuturan sejarah 98 yang sebenarnya,” ungka Lili Herawati, anggota Aktivis 98 sekaligus Wakil Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bengkulu.
Maka dari itu, Lili mengusulkan agar film Di Balik 98 direvisi atau ditunda perilisannya untuk disesuaikan dulu dengan sejarah sebenarnya tentang peristiwa demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran pada tahun 1998.
“Masih ada beberapa hari untuk para pembuat produksi film melakukan revisi. Kalau dianggap perlu, kami mau dijadikan narasumber. Kalau tidak, tunda dulu penayangannya, agar bisa didiskusikan bersama. Kalau film sejarah harus ada narasumbernya, apa pun bentuknya harus dilakukan riset,” lanjut Lili.
Lukman sendiri mengaku tidak berniat untuk mengaburkan peristiwa sejarah. Lewat Di Balik 98, dia hanya ingin memotret ikatan keluarga yang tercerai-berai akibat gejolak politik dan peristiwa kerusuhan Mei 1998. Dia meminta orang-orang yang tidak setuju dengan film Di Balik 98 untuk menontonnya secara komplet terlebih dahulu . Adapun tentang adegan yang menyajikan berkibarnya bendera PRD dalam film arahannya, Lukman punya alasan.
“Kondisi pada saat itu banyak organisasi. Jadi ada dari mana saja.” Lewat Twitter pada Senin lalu, Lukman lalu memilih untuk sampai filmnya dirilis. “Biar nanti kenyataan yg menjawab semuanya, terserah orang mau bicara apa,” cuit Lukman.