Beritaasatu – Front Pembela Islam (FPI) mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah haram atau tak sesuai syariat. Menurut FPI, sistem yang diterapkan BPJS tak beda dengan bisnis asuransi.
Hal itu ditegaskan Juru Bicara FPI, Munarman, saat menghadiri Musyawarah Wilayah FPI di Depok, Jawa Barat, Sabtu, 1 Agustus 2015. Dijelaskan Munarman, ada beberapa sudut pandang yang menjadi penilaiannya.
“Yang pertama, dari soal momentum, itu yang dikeluarkan ijtima ulama Tegal, bahkan dua bulan lalu, sebelum Ramadhan. Kok, tiba-tiba menjadi heboh dua bulan kemudian. Merujuk dari sana, ketentuan mekanisme asuransi, jauh sebelumnya sudah ada fatwa haram utuk asuransi yang tidak sesuai dengan syariat. Ada apa di balik isu ini,” katanya didampingi Ketua FPI Depok, Habib Idrus Al Gadri.
Alasan kedua, menurut Munarman, dari segi substansi yang dikritik MUI mengenai haramnya bisnis asuransi ada beberapa hal.
“Di BPJS itu yang pertama ada akad. Di dalam sistem muamalah, tidak boleh mengandung ketidakpastian. Orang belum tentu sakit namun dia sudah bayar sebulan-dua bulan meski belum tentu sakit, sehingga hal ini dianggap mengandung spekulasi.
Di situ unsurnya. Kemudian investasinya, di dalamnya ada bisnis-bisnis yang belum tentu juga syar’i (sesuai syariat Islam). Karena ada dugaan untuk mengintervensi pasar uang. Uang itu bukan alat jual-beli, ini masuknya riba. Dua hal itu tidak sesuai syariat. MUI hanya melihat sistem syar’i atau tidaknya,” ujar Munarman.
Dari kesimpulan itu, Munarman beranggapan ada kesalahan dalam pemahaman BPJS.
“Soal jaminan kesehatan ini menjadi beban siapa? Kalau negara ini bukan negara kapitalis, maka harusnya beban ini ada di negara, yakni ada di APBN,” kata Munarman
Namun pada kasus BPJS ini sebenarnya masyarakat yang bayar. Mekanisme yang digunakan adalah sistem asuransi.
“Dan tidak dibenarkan negara berbisnis dengan rakyatnya. Negara harusnya memberi pelayanan. Ini kasusnya mirip asuransi konvensional,” lanjut dia.
“BPJS tidak salah, yang salah sistemnya,” Munarman menambahkan