Beritaasatu.com – Pembangunan desa menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Perhatian terhadap keberadaan desa ini diawali dengan disahkannya UU 6/2014 tentang Desa yang ditindaklanjuti dengan munculnya nomenklatur kementerian baru, yaitu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Politisi PKB Malik Haramain yang juga menjadi mantan anggota Pansus RUU Desa mengatakan, spirit UU Desa adalah menempatkan desa sebagai subjek atau pelaku pembangunan.
“Spirit UU Desa adalah mengubah paradigma pembangunan yang selama ini salah. Kita ubah paradigma ‘membangun desa’ menjadi ‘desa membangun’,” ujar Malik dalam konferensi pers di Kantor DPP PKB, Jl Radeh Saleh, Jakarta Pusat pada Minggu (4/1).
Desa membangun, jelasnya, berarti menempatkan desa sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Selama ini, katanya desa dijadikan obyek pembangunan sehingga pembangunan tidak serius dan bahkan pembangunannya terabaikan.
“Dengan adanya UU Desa, kita berupaya untuk mempercepat pembangunan di tingkat paling bawah, yaitu desa,” katanya.
Malik juga menegaskan, UU Desa mendorong keunikan masyarakat desa agar bisa mandiri. Membangun desa, katanya tidak hanya sekedar membuat jalan, memberikan subsidi, atau mengajari bertahan hidup.
“Tetapi justru desa harus dikembangkan menjadi mandiri dengan cara mengelola wilayahnya sendiri, dengan potensi besar yang dimilikinya dan hak lainnya yang sama sebagai warga negara Indonesia,” kata Wakil Sekjen PKB ini.
Kewajiban pemerintah sebagaimana tertera dalam UU Desa, lanjut Malik, mengalokasi anggaran kepada desa sekitar 10 persen dari APBN atau sekitar Rp 70-80 triliun atau Rp 800 juta-1,4 miliar.
“Dengan dana besar seperti itu, akan semakin memperkuat dan membuat desa menjadi mandiri. Namun, pemerintah perlu buat mekanisme pengeluaran, pengawasan dan penegakkan hukumnya sehingga dana desa ini efektif,” ujar Malik.