Beritaasatu – Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti membeberkan lima catatan mengapa kabinet kerja Jokowi-JK harus di reshuffle.
Pertama, sebut Ray, ada sejumlah Menteri yang hanya menggebrak diawal saja tapi selanjutnya tidak ada. Menteri seperti ini, kata Ray, hanya “panas” di awal, tetapi kinerjanya justru tak optimal.
Salah satu yang disebutnya adalah Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Pada awal bertugas, Menteri Yuddy dianggapnya pencitraan dengan membuat kebijakan yang sensasional, misalnya
larangan lembaga negara rapat di hotel hingga batasan hidup mewah bagi penyelenggara negara.
“Tapi, kita bisa lihat belakangan, program ini tidak berjalan sebagaimana mestinya,” demikian disampaikan Ray saat diskusi bertema “Reshuffle Kabinet: Siapa Masuk-Siapa Keluar ?” Di Kedai Kopi Deli, Jl. Sunda No. 7 Menteng, Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Dalam perjalanannya, lanjut dia, banyak juga lembaga negara, mulai dari kementerian hingga pemda, yang tetap menjalankan rapat di hotel.
“Aturan hidup sederhana juga tak berjalan sebagaimana mestinya,” katanya.
Contoh lainnya, sambung Ray, adalah Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Menurut dia, pada awal menjabat, Hanif membuat gerakan dengan sidak ke tempat penampungan TKI. Bahkan, Hanif sempat lompat pagar saat sidak itu.
“Tapi, setelah lompat pagar, selesai, sekarang tidak ada kelanjutannya,” kata dia.
Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa itu dinilai Ray justru mengeluarkan kebijakan tentang jaminan hari tua yang mendapatkan penolakan publik.
“Advokasi terhadap tenaga kerja kita yang akan dihukum mati juga tidak terlihat kinerjanya,” tuturnya.
Catatan kedua, Menteri itu hanya mencari panggung semata untuk kepentingan diri sendiri. Lagi-lagi Yuddy kerap tampil pada isu-isu yang sedang disorot publik, seperti kasus pembunuhan Angeline, serta kebakaran di Bandara Soekarno-Hatta.
“Angeline dia yang datang paling pertama. Di kebakaran bandara juga. Padahal, itu bukan tugasnya. Bahkan dia juga melontarkan pernyataan kontroversi soal PNS diperbolehkan kendaraan dinas saat lebaran,” kata dia.
Catatan selanjutnya, sambung Ray, Menteri itu nampak mementingkan kepentingan sendiri dengan menonjoilkan ego jabatannya. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly. Ia menginginkan revisi UU KPK tanpa sepengetahuan Presiden. Dan akhirnya Presiden langsung membatalkan revisi UU KPK tersebut.
“Juga ada Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo yang melakukan kontroversi seperti menyatakan bantuan dana partai oleh negara,” bebernya.
Lebih lanjut, Ray memaparkan catatan keempat, mementingkan jabatannya dan memberikan keluasan dalam menentukan atau menilai para Menteri. Dia adalah Kepala Staf Kepresidenan Luhut Panjaitan.
Terakhir, tambah Ray, Menteri dengan selera orde baru. Menko Polhukam Laksamana (Purn) Tedjo Edhi Purdijatno, dinilai mempunyai pemikiran yang dangkal yakni salah satu pemikirannya adalah takut diberikannya kebebasan Papua.
“Dalam pemikirannya Tedjo, kalau Papua bebas maka akan cepat lepasnya dari Indonesia,” tukasnya.