Jakarta, beritaasatu.com – Sudah menjadi kenyataan, bahwa publik tidak menyukai dinasti kuasai partai politik.
“Ternyata publik tidak menyukai dinasti. Capek kita melihat dinasti politik ini. Karena publik melihat dinasti lebih banyak mudarat daripara manfaat,” demikian dikemukakan Pakar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk di Hotel Sofyan, Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Menurut dia, psikis publik terhadap dinasti politik itu muncul disebakan fakta bahwa dinasti politik selama ini seperti yang terjadi di Banten dan Bangkalan, Madura, hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat yang dipimpinnya dengan mengayakan kroni dan keluarganya sendiri. Meskipun di luar negeri seperti trah Nehru di India dan trah Kennedy di Amerika Serikut berbeda dengan keluarga elit politik di Indonesia, di mana kompetensi keturunan keluarga itu tidak begitu jauh berbeda, sebab kematangan politik dan mentoring.
“Di Indonesia kondisinya berbeda, substansinya, masyarakat tidak happy dengan generasi politik,” ungkapnya.
Lebih jauh, Hamdi menyebutkan dinasti politik tidak hanya terjadi pada PDI-P, tetapi juga partai lain seperti Demokrat. Dengan keadaan tersebut, antara realitas politik dan harapan publik mengalami diskrepansu yag jauh.
“Publik berharap adanya regenerasi, tapi yang terjadi justru degenerasi atau gerontokrasi (pembusukan parpol),” tandasnya.
Komentar