Beritaasatu – Kepolisian makin gencar menyidik perkara-perkara korupsi. Setelah menyita uang 50 ribu dolar AS di kantor Kementerian Perdagangan, kemarin, polisi menyita duit Rp 69 miliar dalam kasus proyek cetak sawah di Kementrian BUMN. Jika polisi makin hebat, kemungkinan KPK dibubarkan makin dekat.
Duit Rp 69 miliar itu disita di kantor PT Sang Hyang Seri (SHS) oleh penyidik Bareskrim. Menurut Kasubdir Tipikor Bareskrim Kombes Cahyono Wibowo, uang ini sisa proyek jasa konsultan dan konstruksi pencetakan sawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Ketapang, Kalimantan Barat. “Penyitaan terkait dengan perkara tindak pidana korupsi proyek pelaksanaan pencetakan sawah tahun 2012-2014,” kata Cahyono, di kantornya.
Tersangka kasus ini berinisial AR, Asisten Deputi Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) di Kementerian BUMN, yang sekaligus menjabat Kepala Proyek. Dia juga bertindak sebagai Direktur Utama PT Sang Hyang Seri.
Menurut Cahyono, proyek ini bernilai Rp360 miliar dengan target pencetakan sawah seluas 40 ribu hektare. Namun faktanya, baru 10 ribu hektare yang dikerjakan. Jumlah yang sudah dikerjakan ini pun, sampai kini sama sekali belum menghasilka padi.
Kata Cahyono, uang itu hanya sebagian dari hasil patungan beberapa BUMN yang terlibat dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia menjelaskan total dana patungan dari tujuh BUMN yang terlibat dalam proyek tersebut mencapai Rp 360 miliar.
Tujuh BUMN yang terlibat dalam proyek tersebut adalah PT PGN, PT BRI, PT Pertamina, PT Askes, BNI, PT SHS dan PT Hutama Karya. Dana tersebut dikumpulkan oleh PT SHS sebagai pelaksana proyek. “Masing-masing BUMN diberi keuntungan dua persen dari keuntungan,” katanya.
Dalam kasus ini, polisi sudah meminta keterangan dari 41 saksi, termasuk Dahlan Iskan, yang ketika proyek itu terjadi menjabat sebagai menteri BUMN. Dalam proyek bernilai Rp 360 miliar itu, polisi menduga pengerjaan proyek cetak sawah tidak sesuai dengan kontrak dan menemukan adanya lahan fiktif.
PT Sang Hyang Seri menjadi penanggung jawab proyek tersebut dan mendapat bantuan dari PT Hutama Karya, PT Brantas Abipraya, PT Yodya Karya, dan PT Indra Karya dalam mengerjakan proyek tersebut.
Pakar hukum dari UII Prof Muzakir yakin, jika polisi makin gencar dan sukses menyelesaikan banyak perkara korupsi, KPK akan segera dibubarkan. Muzakir menceritakan, jika dibaca dalam historis pembentukan KPK dan membaca pertimbangan-pertimbangan UU KPK dan UU Tipikor, di pasal-pasal akhir maka akan jelas bagaimana kedudukan KPK.
Di sana disebutkan KPK adalah lembada ad hoc atau sementara. Negara membentuk KPK lantaran masyarakat tidak percaya polisi dan jaksa kurang mampu melaksanakan pemberantasan korupsi.
“Jadi, kalau sekarang ada indikasi penegak hukum sudah membaik, bukan tidak mungkin KPK akan dibubarkan,” kata Muzakir, saat dikontak tadi malam.
Kira-kira kapan KPK bubar? Kata Muzakir, persoalannya bukan soal waktu. Tapi hasil dari evaluasi jumlah korupsi dan evaluasi efektifitas KPK, misalnya. Apakah jumlah perkara korupsi makin banyak atau berkurang. Jika KPK tidak lagi memiliki daya cegah pemberantasan korupsi maka bisa saja masyarakat tidak mempercayainya. Dulu, KPK dibentuk lantaran masyarakat tidak percaya dengan penegak hukum dan dibutuhkan lembaga alternatif. Maka bisa berlaku hal sebaliknya. “KPK dibubarkan karena masyarakat tidak percaya dengan lembaga alternatif dan penegak hukum yang ada bisa diandalkan,” ungkap Muzakir.
Soal jumlah perkara korupsi, Muzakir memberi alat ukur dengan batas toleransi. Karena menurut dia, tidak mungkin korupsi dihilangkan sama sekali atau zero persen. Misalnya, ada berapa kasus korupsi dalam jenjang waktu tertentu.
Muzakir bilang, untuk sampai ke sana, polisi perlu terus meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan kejujuran. Diperlukan juga kebijakan negara dengan memberi gaji ke polisi, seperti yang diterima penyidik dan penuntut KPK. Dia bilang, polisi punya daya cegah yang besar untuk menghadang perkara korupsi. Soalnya polisi ada sampai ke pelosok Tanah Air.
Topik ini sebenarnya sudah pernah diungkapkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, sebulan yang lalu. Menurut Mahfud, saat ini KPK sudah tak lagi “menyeramkan”. Sebaliknya, kejaksaan dan kepolisian mulai menunjukkan perbaikan dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Jika perbaikan dan penguatan itu terus dilakukan, KPK sudah tak lagi dibutuhkan. Penanganan kasus korupsi kembali ke kejaksaan dan kepolisian.
Kendati begitu, Mahfud memprediksi pembubaran KPK tak akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia menyebut, 25 tahun lagi KPK bisa dibubarkan. Sebab itu, dia meminta kejaksaan melakukan penguatan fungsional. Jika tidak, problem seperti penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang (abuse of power) akan merusak penegakan hukum di lingkungan kejaksaan, termasuk dalam hal pemberantasan korupsi.
“Abuse of power ini potensi terjadi di mana-mana, tidak hanya di kejaksaan. Itu risiko. Tergantung bagaimana cara mengatasinya,” tandasnya. ***