Jakarta, beritaasatu.com – Kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membuat gerah berbagai kalangan. Bahkan Gerakan Manusia Pancasila (GEMPA) memiliki tuntutan tersendiri terkait masalah ini.
Ketua Umum GEMPA Willy Prakarsa mendukung pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang adil, bukan demi kepentingan politik. Sementara kata dia, yang terjadi di tubuh KPK justru cenderung sebaliknya.
Menurut Willy, KPK sangat rentan dijadikan alat politik. Apalagi, status pendirian KPK juga hanya sebagai lembaga sementara (ad hoc) sehingga secara peraturan perundang-undangan semestinya KPK sudah bubar.
“Gempa dari awal menjadi lokomotif dibalik pembubaran KPK,” tegas Willy, di Jakarta, Senin (9/2/2015).
Dikatakan dia, kini rakyat Indonesia sudah mengetahui secara de facto jika lembaga anti rasuah itu adalah lembaga yang bersifat ad hoc, inkonstitusional lantaran tidak pernah diatur dalam UUD 1945. “Sudah seharusnya Presiden Jokowi membubarkan KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” papar dia.
Lebih lanjut, Willy pun menyarankan agar diperkuat peranan Polri dan Kejaksaan dalam melakukan pemberantasan korupsi, seperti halnya Presiden Jokowi menghilangkan salah satu badan Koordinasi menjadi Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) perkuat eksistensi Polri dan Kejaksaan. Pada umumnya publik semakin mengetahui jika Jokowi menjalankan roda pemerintahan dengan sistem presidensial, taat, patuh pada UUD 1945 dan Pancasila.
“Saya optimis pemerintahan Jokowi-JK duet maut sebagai Armour Of God (Perisai Tuhan) mampu membubarkan lembaga seperti KPK notabene sebagai perongrong APBN yakni lebih besar pasak daripada tiang dan terkesan bekerja tidak proporsional,” terang dia.
Willy menuturkan bahwa selalu ada motif dibalik target politik sebab begitu mudah menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan alasan sudah diketemukan dua atau lebih alat bukti.
“Soal itu hanya Tuhan Maha Tahu dan para staffnya. Faktanya Tuhan YME mempertontonkan pada umat Nya tentang kebejatan moralitas lewat berbagai skandal yang terjadi pada pimpinan KPK,” ungkap dia.
Disebutkan Willy, masyarakat sudah semakin sadar hukum dan penuh keberanian serta kepercayaan diri dengan melaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim Mabes Polri. Satu persatu dilaporkan ke Bareskrim dari Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Sementara Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat sudah pasti menindak lanjuti laporan dari masyarakat dan kini masih diproses secara hukum.
“Kesadaran hukum masyarakat ini yang perlu kita apresiasi karena baik Polri maupun Kejaksaan adalah dua institusi yang legal dan konstitusional,” ujarnya.
Arogansi KPK merasa super visi ini, lanjut Willy, menjadikan pimpinannya merasa angkuh dan sombong. Dimulai lantaran tersinggung tidak di ikut sertakan Jokowi, ketika Kompolnas mendorong calon Kapolri tunggal Komjen Pol Budi Gunawan dan Presiden Jokowi mengamini buat surat pada DPR RI agar Komjen Pol Budi Gunawan layak mengikuti fit and proper test.
Namun apa yang terjadi. Justru, kata Willy, ketika BG lolos dari fit and proper test, tiba-tiba pimpinan KPK Abraham Samad menggelar jumpa pers dan menyatakan dalam statemennya jika BG sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus rekening gendut.
“Dari sikap arogansi pimpinan KPK inilah pemicu konflik dengan Polri dan berbuntut panjang hingga menjadi sorotan publik dan Polri dituding telah lakukan kriminalisasi kepada KPK,” ujarnya.
Willy menambahkan, masyarakat yang tersadarkan justru semakin muak dengan tingkah KPK yang terus tidak henti-hentinya menuding Polri telah melakukan kriminalisasi melalui opini yang dibangun, serta partisan-partisan yang sudah mendapatkan dana saweran/sengaja dibayar oleh KPK.
“Justru Polri yang telah dikriminalisasi oleh KPK dan KPK kerap banyak melakukan pemelintiran berita dengan membangun opini-opini yang tidak rasional,” beber dia.
Selain itu, tambah Willy, lucunya banyak para tokoh agama yang melakukan pembelaan terhadap KPK. Begitu juga dengan tim 9 yang dibentuk Presiden Jokowi nampak tidak terlihat independensinya, malah melakukan pembelaan terhadap KPK.
“Ini kan lucu, dagelan apa lagi yang dipertontonkan KPK. Negeri ini tanpa KPK tetap berjalan, tetapi berjalankah roda pemerintahan ini tanpa Polri atau tanpa peran Kejaksaan ? Gempa akan menjadi lokomotif sosial kontrol, mendukung Presiden Jokowi membubarkan KPK. Segera lantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri dan saatnya membangun sistem yang kuat untuk memberantas korupsi,” pungkas Willy.
Komentar