Upaya Menuju Indonesia Emas 2045 dengan Memilih Secara Cerdas dan Efektif

oleh
oleh

Jakarta – Pemilu tahun 2024 akan menjadi pesta demokrasi terbesar bagi rakyat Indonesia. Selain memilih pemimpin di tingkat nasional, rakyat yang memiliki hak pilih juga menentukan pemimpin di tingkat Provinsi, kabupaten dan kota. Pemilu merupakan instrumen utama demokrasi yang memainkan peran sebagai alat sirkulasi elit dan kepemimpinan, sekaligus medium aktualisasi hak dan kewajiban politik Seluruh warga negara.

Dalam gerak laju pelaksanaan Pemilu, apa yang menjadi prinsip universal demokrasi menemukan momentum aktualisasinya; daulat rakyat, hak asasi manusia, kebebasan sipil, serta musyawarah mufakat. Dengan terselenggaranya pesta demokrasi melalui pemilu dan dapat memilih pemimpin yang tepat, diharapkan kemajuan bangsa dan negara Indonesia yang dibuktikan dengan tercapainya Indonesia Emas dapat terlaksana.

Karena hal tersebutlah Seksi Pelatihan dan Pengkaderan, Seksi Hubungan Antar Agama dan Keyakinan Paroki Santo Nikodemus Ciputat menyelenggarakan kegiatan diskusi publik dengan tema “Memilih cerdas, memilih dengan hati nurani” dengan harapan para pemilih khususnya para pemilih pemula dapat menggunakan haknya dengan cerdas, tepat dan efektif. Sekaligus dapat menciptakan suasana pesta demokrasi yang aman dan nyaman bagi seluruh masyarakat.

Dalam acara yang diselenggarakan pada 17 Desember 2023 ini, pembicara pertama Bapak Dr Max Tri Sambodo dari BRIN menyampaikan bahwa wawasan Indonesia Emas 2045 adalah sebuah gagasan ideal bagi Indonesia untuk menjadi negara berdaulat, maju, adil dan makmur pada Dirgahayu ke-100 yang jatuh pada tahun 2045.

“Pada tahun 2045 itu Indonesia akan menjadi negara berkekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Paritas Daya Beli (PPP). Hal tersebut menjadi semakin relevan karena Indonesia memiliki segala potensi sumber daya untuk menjadi negara maju dan saat ini Indonesia berada pada periode Rasio Ketergantungan Penduduk yang paling rendah (Puncak Bonus Demografi), yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban suatu negara.” ungkapnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa usaha-usaha dalam meraih Indonesia emas harus dimulai sejalan dengan pesta demokrasi melalui pemilu 2024 yaitu dengan memilih pemimpin dan wakil masyarakat yang tepat dan sejalan dengan tujuan Wawasan Indonesia Emas 2045.

Selanjutnya, Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo yang hadir sebagai pembicara menyatakan bahwa kita harus sadar jika Pemilu sebagai sarana demokrasi yang Ideal dan benar-benar adil adalah suatu hal yang utopis.

“Di lapangan kita menghadapi kenyataan bahwa ongkos pemilu yang mahal menjadikan hal yang seharusnya menjadi perayaan dan penghormatan terhadap demokrasi ini, menjadi hal yang penuh intrik, dinamika dan transaksi.” tegasnya.

Pada akhirnya, kata Benny, kita harus kembali pada pandangan Romo Magnis tentang Minus Mallum atau Lesser Evil yang menyatakan bahwa kita harus memilih mereka yang dosanya paling sedikit. Karenanya sebelum pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 tersebut ia mengharapkan masyarakat sudah harus mulai bisa memperhatikan para calon pemimpin dengan melihat rekam jejak, kestabilan psikologis dan kemampuan mereka dalam berdiri bersama rakyat dan pemilih.

“kita6harus bisa melihat pemimpin mana yang memiliki keutamaan, yaitu mereka yang memiliki kematangan emosi, kearifan dan kebijaksanaan, menghormati keberagaman, hak asasi manusia dan peduli pada mereka yang terpinggirkan.” bebernya.

Lebih lanjut Benny menyatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dengan mayoritas Islam terbesar di dunia dan selama ini mampu melaksanakan demokrasi dengan baik dan suksesi kepemimpinan yang relatif damai dan tanpa kekerasan.

“Indonesia bersama Pancasila terbukti mampu menjaga persatuan dan kesatuan di tengah tantangan Ideologi lain yang mencoba merangsek dan karenanya kita harus dapat senantiasa menjaga kestabilan tersebut khususnya dalam momen pesta demokrasi ini.” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa kita harus menyadari dalam era digital ini, sifat buruk bangsa Indonesia benar-benar tergali.

“Kita tak sadar menjadi pribadi yang melodramatis, mudah terjebak pada romantisme dan masa keemasan masa l lalu serta menjadi mereka yang bersumbu pendek. Mereka yang menjadi komunitas pengiya kata yang membagikan hal dan Informasi tanpa menyaringnya terlebih dahulu.” kata dia.

Benny mengharapkan setiap peserta seminar kebangsaan dapat selalu menjadi agen perubahan, agen demokrasi dan agen pengedukasi dalam upaya penjaga pemilu yang berkualitas.

Lebih lanjut Doktor Komunikasi Politik itu menyatakan bahwa para pemilih potensial adalah generasi Z. Sehingga menurutnya kita harus bisa mengajak dan membawa mereka untuk dapat memilih secara rasional dan tidak terjebak memilih atas dasar afeksi, pengkultusan figur tertentu, politik Identitas dan romantisme masa lalu yang digunakan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk meraih kekuasaan.

“Kita harus membuat masyarakat khususnya para gen Z sadar bahwa martabat tidak bisa direduksi dengan uang dan identitas. Dan menjadi bermartabat berarti mereka benar-benar bisa memilih atas dasar pikiran sehat dan terhormat. Mereka memilih berdasarkan kenyataan bahwa demokrasi tidak memberi jaminan kesejahteraan namun memberi jaminan mengenai kemanusiaan, kehormatan dan kesempatan.” bebernya.

Dalam kesempatan Ini Benny juga menyatakan bahwa sebagai agen perubahan, kiranya para peserta diskusi Ini dapat memberikan contoh dan edukasi politik kepada masyarakat di sekitarnya. Ia berharap peserta seminar dapat memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana cara memilih pemimpin.

“Misalnya dengan metode analisa kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) pada setiap calon calon pemimpin yang akan dipilih, hingga benar-benar didapatkan pemimpin yang benar benar efektif dan mampu bekerja sesuai ekspektasi masyarakat.” ungkapnya.

Staff Khusus dari Badan yang Dikepalai Profesor Yudian Wahyudi Ini mengakhiri paparannya dengan menyatakan bahwa “Pada akhirmya berkualitas atau tidaknya suatu Pemilihan Umum tergantung kepada masyarakatnya. Jika masyarakat berkualitas maka hasil Pemilu akan berkualitas. Bonus demografi Indonesia cukup berpotensi. Jika kita bisa menjaga pemilu dan pemerintahan damai maka dalam 10-15 tahun lagi kita bisa menjadi negara maju dan karenanya kita tidak boleh menjadi reaktif dan pesimis.”

“Pemilu adalah panggilan kita semua untuk melaksanakan tugas mulia mencapai cita-cita kemerdekaan, walau upaya tersebut tidak dapat diraih dengan singkat namun kita harus jaga agar tetap berlangsung dengan damai dan berkualitas.” ujarnya dalam acara yang dihadiri 100 orang tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.