Jakarta, beritaasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menyita kantor DPC Gerindra Bangkalan terkait dugaan tindak pidana pencucian uang Ketua DPRD Bangkalan yang juga bekas kader Gerindra Fuad Amin Imron.
“Benar telah dilakukan penyitaan Kantor DPC Gerindra Bangkalan. (Disita) Rabu-Kamis lalu,” beber Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Sabtu (21/2/2015) malam.
Kantor DPC Partai Gerindra yang disita itu merupakan satu dari 84 aset Fuad berupa tanah dan bangunan yang telah disita dari sejumlah daerah. Diantara aset lain yang disita yakni berupa rumah, apartemen, tanah, dan kondominium di Bali.
“14 rumah dan apartemen berlokasi di Jakarta dan Surabaya, 70 bidang tanah (tanah kosong dan beberapa tanah dengan bangunan di atasnya) Butik dan Toko, 1 kondominium (dengan 50-60 kamar) di Bali,” terang Priharsa.
Lebih lanjut, Priharsa menuturkan dalam penyidikan TPPU atas nama FAI, penyidik sejak Januari 2015 hingga hari ini telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset FAI.
“Aset itu berada di Jakarta, Bangkalan, Surabaya dan Bali,” ujarnya.
Selain itu, penyidik KPK juga menyita 19 unit mobil mantan Bupati Bangkalan itu. Mobil itu disita dari Jakarta, Surabaya serta Bangkalan.
“19 mobil yang disita di Jakarta, Surabaya dan Bangkalan,” tutur dia.
Untuk aset berupa uang, kata Priharsa, pihaknya saat ini penyidik telah menyita uang sekitar Rp 250 miliar.
“Uang kurang lebih 250 miliar. Sekitar 234 miliar sudah berada dalam kas penampungan KPK, selebihnya masih dalam proses pemindahan,” tandas Priharsa.
Fuad Amin sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap jual beli gas alam di Bangkalan, Jawa Timur. Politikus Partai Gerindra itu dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kasus itu sendiri terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 1 Desember 2014. Dalam perkembangannya, KPK kemudian menetapkan juga kemudian menetapkan Fuad Amin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Terkait TPPU, Fuad disangka telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. (Al)