Jakarta, beritaasatu.com – Pengamat dari Indonesia Institute for Developmen and Democrazy (INDED) Arief Susanto menilai kebijakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disaat harga minyak mentah dunia kian menurun mirip kebijakan Presiden RI kedua Soeharto.
“Pada dua bulan pertama Jokowi menaikan BBM kemudian menurunkan pada tahun baru, ini seolah-olah mengingatkan kita pada kebijakan Soeharto dulu yang mengubah BBM persis pada hari libur,” katanya, Senin (12/1/2015).
Arief meyakini, hal itu dilakukan Jokowi semata-mata agar citranya di hadapan publik tidak pudar. “Di era Soeharto media seperti anda libur, maka Soeharto akan menaikkan BBM pada hari Sabtu, maka hari Minggu tidak akan menimbulkan gejolak,” ujar dia.
Selain itu, pengambilan kebijakan itu tidak melibatkan kalangan luas untuk berdiskusi. “Kebijakan yang akan saya kritisi adalah kebijakan yang punya pengaruh paling signifikan adalah BBM, baik menaikkan atau menurunkan. Tapi justru dalam perkara yang signifikan, jokowi tidak mengajak kita untuk diskusi,” pungkasnya.
Sebelumnya, kedua jenis BBM tersebut mengalami kenaikan pada 18 November 2014 dari sebelumnya premium seharga Rp6.500 menjadi Rp8.500 dan solar Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500. Tapi, pemerintah menurunkan kembali pada hari libur. Pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak jenis premium dan solar mulai 1 Januari 2015 pukul 00.00 WIB menyusul penurunan harga minyak dunia. Harga premium turun menjadi Rp7.600 per liter dan solar Rp7.250 per liter.