Demi Tegaknya Konstitusi, Gerak Pilkada Minta Cabut Pasal 158 UU No. 8/2015

oleh
oleh

Beritaasatu – Gerakan Anti Kejahatan (Gerak) Pilkada mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut pasal 158 UU No. 8/2015.

“Segera cabut pasal 158 UU No. 8/2015 demi tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan negara hukum dan demokrasi dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat,” tegas Koordinator Gerak Pilkada Isra Ramli, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (15/1/2016).

sidang MKMenurut dia, Pemilukada serentak tahun 2015 adalah Pemilukada yang dipenuhi dengan berbagai keragaman pelanggaran hukum yang luar biasa. Penyebab utamanya karena masih banyak persoalan norma hukum dalam UU No. 1 tahun 2015 dan UU No. 8 Tahun 2015 yang memberi celah pelanggaran dengan model penyelesaian hukum yang dianggap masih kurang maksimal. Ia mencontohkan, persoalan politik uang, tidak ada satupun pasal dalam kedua UU tersebut yang tegas menjadikan persoalan ini sebagai delik pidana. Akibatnya penyelesaian pelanggaran ini menjadi kabur.

Dan kata Isra, satu-satunya harapan untuk memulihkan situasi kecurangan itu dan diharapkan dari para pemohon hanyalah pada 9 hakim MK. Namun, lanjut dia, harapan untuk mencari keadilan itu terbentur dan berhadapan dengan tembok normatif pasal 158 UU No. 8/2015 yang mengatur pembatasan persentase perolehan suara untuk diajukan ke MK yang jauh dari rasa keadilan.

“Pasal tersebut telah meruntuhkan semangat demokrasi ditanah air dan sangat berpotensi merugikan kepentingan daerah. Sebab, pasangan calon tak memiliki kesempatan buktikan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif,” tuturnya.

Lebih lanjut, Isra mengungkapkan jika MK tetap akan memaksakan pemberlakuan pasal 158, apakah MK akan menutup mata dengan pelbagai fakta-fakta pelanggaran yang terjadi dalam Pemilukada yang selama ini telah sukses dikoreksi oleh MK. Jika MK berubah menjadi Mahkamah Kalkulator, maka kedepan Pemilukada akan berlangsung semakin merusak sendi demokrasi.

“Para calon akan berupaya melakukan dan menghalalkan segala macam cara untuk menang asal menang dengan selisih suara diatas yang ditetapkan pasal 158 UU No. 8/2015. Akhirnya, Pemilukada hanya akan menjadi ajang kontestasi bagi yang kuat finansial dan kekuasaan politik, bukan bagi yang ingin memperjuangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat diwilayahnya,” bebernya.

Oleh karenanya, Isra mendesak MK agar mendahulukan sidang uji materi (Judicial review) UU No. 8/2015 dan mencabut pasal 158 sebelum meneruskan proses persidangan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) dan meneruskan PHP tetapi mengabaikan pasal tersebut.

“DPR juga segera melakukan revisi UU Pilkada,” tukasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.