Jakarta – Pengerahan Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) TNI untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Agung RI terus menuai polemik. Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, menilai argumentasi pemerintah, TNI, dan Kejaksaan dalam membenarkan langkah tersebut “tidak solid” dan hanya bersifat pembenaran belaka.
Dalam pernyataan persnya (16/5/2025), Hendardi menyoroti bahwa dasar pengerahan TNI ke Kejaksaan hanya mengacu pada Nota Kesepahaman (MoU) antara kedua institusi. Padahal, menurutnya, konstitusi harus menjadi rujukan tertinggi.
“Argumentasi yang menjadikan MoU sebagai dasar yuridis pengerahan TNI jelas menghina kecerdasan publik. Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan TNI bertugas mempertahankan kedaulatan negara, bukan mengamankan lembaga sipil seperti Kejaksaan,” tegas Hendardi.
MoU vs Konstitusi: Mana yang Lebih Kuat?
Hendardi menegaskan, tidak ada dasar hukum yang membenarkan intervensi TNI dalam pengamanan Kejaksaan, baik dalam UU Kejaksaan, UU TNI, maupun UU Pertahanan Negara.
“Dengan asas lex superiori derogat legi inferiori (hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah), MoU ini jelas salah dan bermasalah,” ujarnya.
Respons Membingungkan dari Istana
Hendardi juga mengkritik pernyataan Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman, Penasihat Khusus Presiden urusan Pertahanan, yang menyatakan bahwa pengerahan TNI bukan atas perintah Presiden.
“Jika benar begitu, Presiden harus memerintahkan Panglima TNI untuk mencabut Surat Perintah (ST) pengerahan ini, seperti yang pernah dilakukan dalam kasus mutasi perwira tinggi TNI sebelumnya,” tegasnya.
Peringatan Bahaya Intervensi Militer di Lembaga Sipil
Hendardi meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin segera meninjau ulang dan membatalkan MoU Kejaksaan-TNI.
“Kejaksaan adalah institusi sipil dalam criminal justice system. Melibatkan TNI dalam penggeledahan dan penyitaan hanya akan melemahkan supremasi sipil dan berbahaya bagi demokrasi,” ungkapnya.
Ia juga menyayangkan sikap Komisi Kejaksaan (Komjak) yang dinilai tidak kritis dan malah ikut membenarkan langkah kontroversial ini.
“Komjak seharusnya memberikan evaluasi tegas, bukan justru mendukung kebijakan yang berpotensi merusak independensi Kejaksaan,” tandasnya.
Dampak Jangka Panjang: Ancaman Supremasi Sipil
Hendardi memperingatkan, intervensi TNI di Kejaksaan bisa menjadi preseden buruk bagi civil-military relations di Indonesia.
“Jika dibiarkan, ini akan melemahkan demokrasi dan membuka pintu bagi militerisasi lembaga sipil,” pungkasnya.
Komentar