Tentang Gerakan Kedaulatan Rakyat, CIE : Aktornya Dari BPN, Rakyatnya yang Mana?

oleh
oleh

JAKARTA – Anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Amien Rais, secara resmi mengubah seruan ‘people power’ menjadi ‘Gerakan Kedaulatan Rakyat’.

Peneliti Center for Indonesian Election (CIE) Muhammad Ibas pun ikutan bersikap terkait gerakan kedaulatan rakyat yang bakal dimainkan pada 22 Mei nanti dengan tujuan mendiskualifikasi duet Joko Widodo-Ma’ruf. Amin.

Ibas menilai istilah dari gerakan tersebut kurang relevan karena bertujuan menolak hasil Pemilihan Umum 2019 yang berjalan baik dan demokratis. Apalagi, kata Ibas, ingin memaksakan calonnya untuk menjadi pimpinan negara dengan cara-cara inkonstitusional.

“Perlu digaris bawahi bahwa gerakan ini bukan atas nama rakyat apalagi pencetus dan aktor-aktornya dari BPN. Itu bukan keinginan rakyat. Ini ambisi segelintir orang yang merasa kalau calonnya tidak terpilih maka aspirasi-aspirasi radikalnya tidak bisa diaksentuasi dalam level pemerintahan,” kata Ibas, hari ini.

“Nafsu ingin berkuasa, jadi menghalalkan segala cara. People power berubah wujud menjadi kedaulatan rakyat, cuma hindari jeratan hukum,” tutur Ibas lagi.

Lebih lanjut, Ibas mengatakan gerakan tersebut berpotensi memecah belah rakyat. Apalagi sudah mengklaim atas nama rakyat padahal hanya nafsu politik semata. Dia pun mempertanyakan jika nantinya terjadi chaos, apakah BPN bertanggung jawab.

“Sangat disayangkan sekali gerbong 02 lagi-lagi paksakan diri sehingga masyarakat menjadi terbelah. Jika nanti terjadi chaos, apakah BPN mau bertanggung jawab. Ini kan membenturkan masyarakat hanya beda pilihan politik,” bebernya.

Ibas mengapresiasi Demokrat yang ogah mengikuti pendapat radikal elit politik yang sengaja membuat gaduh suasana.

“Tidak elok jika elit terus-terusan membuat gaduh dan jadi provokator. Jangan korbankan rakyatmu, jangan memecah belah sesama anak bangsa. Doktrin kita sudah jelas yaitu persatuan Indonesia,” tuturnya.

Lebih jauh, Ibas mengatakan reaksi itu sengaja diembuskan oleh pihak-pihak yang tidak puas karena calon presiden mereka usung dipastikan bakal tumbang saat diumumkan 22 Mei nanti oleh KPU.

“Rakyat yang mana yang diwakili? Calon yang kalah? Tentunya itu jelas sekali tujuan keadilannya tidak ada, kemanfaatannya sangat jauh,” tambahnya.

Hal senada juga dilontarkan, pengamat intelijen Stanislaus Riyanta menegaskan bahwa kedaulatan rakyat itu bentuk provokasi elit di kubu yang kalah dalam Pemilu 2019 dan tidak siap menerima kekalahan.

“Mereka ingin menggunakan kelompok tertentu yang mengatasnamakan rakyat untuk mencoba menekan penyelenggara pemilu,” ucap Stanislaus.

Ironisnya, kata Stanislaus, di saat kelompok tersebut disuruh beraksi justru elit dari kelompoknya malah terdeteksi pergi ke luar negeri.

“Jangan sampai masyarakat menjadi korban ketidakdewasaan elite yang tidak siap berdemokrasi,” kata Stanislaus.

Sementara itu, politisi senior Ruhut Sitompul menyatakan bahasa apapun yang mereka pergunakan baik itu people power dan kedaulatan rakyat, lagi-lagi buntut dan otaknya sama saja.

“Pakek bahasa apapun itu buntutnya dan otaknya itu mereka-mereka lagi,” sebut Ruhut.

Kendati demikian, dia berpesan agar masyarakat tidak perlu khawatir apalagi aktornya seperti Eggi Sudjana yang kini semakin terang benderang itu sudah menjadi pesakitan.

“Istilahnya layu sebelum berkembang. Saya yakin Amien bakal diperiksa dan permadi juga bakal diperiksa,” tutur Ruhut.

Ruhut pun menyindir agar elit politik ingat umur jangan jadi provokator mengorbankan rakyat.

“Tolong kita sudah berumur. Nanti yang rugi adalah rakyat dan jadi korban elit. Ingat !! Mulutmu harimaumu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.