BGP Siap Tangkal Radikalisme di Indonesia, Fenomena Teror “Lone Wolf” Harus Diwaspadai Secara Serius

oleh
oleh

Jakarta – Gerakan radikal dan teror yang kini bukan menjadi isapan jempol belaka namun menjadi ancaman global karena dilatarbelakangi oleh pemahaman keagamaan yang sempit ataupun persoalan ketidakadilan bahkan ada campur tangan kekuatan besar untuk menggerakkan kelompok teror.

Alhasil, perkembangan gerakan radikalisme di Indonesia sudah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Jika gerakan dibiarkan berlama-lama, maka ditengarai mereka akan semakin membesar dan menimbulkan kerusakan yang lebih luas lagi di tanah air. Untuk bisa mengatasi persoalan ini maka diperlukan penanganan khusus yang intensif dari berbagai pihak bukan hanya pihak keamanan.

Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2018 nanti, publik Indonesia masih dihantui dengan ancaman dan kerawanan aksi teror oleh kelompok radikal khususnya terorisme. Ketua Barisan Garuda Pancasila (BGP) Nanang Qosim pun tergugah melakukan deklarasi penangkalan terhadap radikalisme demi memperkuat Kebhinnekaan dan Pancasila yang didukung berbagai mahasiswa se Jabodetabek.

Nanang Qosim menyebutkan beberapa langkah penanganan khusus menangkal benih radikalisme agar tidak tumbuh subur di Indonesia, salah satunya adalah dengan menyatukan visi misi memperkuat pemahaman untuk cinta pada tanah air. Kata dia, langkah ini harus ditempuh dan diimplementasikan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan hidup warga negara di Indonesia.

“Cinta tanah air ini harus dirawat dan dijaga. Perlu juga memperkuat keimanan, aqidah jangan sampai dirusak oleh paham-paham yang tidak cinta dengan Indonesia,” ungkap Nanang Qosim saat memberi sambutan Seminar tentang penangkalan terhadap radikalisme di Kampung Kite Resto, Kramat Sentiong Senen Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2017).

Diacara seminar tersebut, turut hadir narasumber lainnya yakni Eks Mujahidin Poso Ustadz Farihin, Akademisi Universitas Mercu Buana Ali Sodikin, dan FKPPI Sanusi Pane.

Deklarasi BGKMantan Kombatan Ustadz Farihin mengingatkan agar fenomena aksi teror yang dilakukan seorang diri atau lone wolf perlu diantisipasi secara serius oleh semua pihak khususnya aparat keamanan. Di Indonesia terjadi beberapa kejadian teror yang dilakukan lone wolf. Ini perlu perhatian agar penyebarannya dapat dicegah.

“Aksi lone wolf seperti bom panci ini telah membuat pemerintah kewalahan, karena mereka bekerja sendiri-sendiri diluar struktur. Mereka jihad berjalan sendiri-sendiri sistem sel (lone wolf),” kata Ustadz Farihin.

Lebih lanjut, Ustadz Farihin mengakui bahwa fenomena ISIS sangatlah membahayakan dan justru menghancurkan nilai-nilai ke Islaman. Kendati demikian, Ustadz Farihin menyakini Densus 88 sudah waspada terhadap aktivitas sel-sel teroris di Indonesia yang bergerak lone wolf. Mereka juga bergerak secara acak dan tidak bisa diketahui waktunya, sebab bisa bertepatan Natal dan bisa juga setelah Natal. Seperti bom Sarinah.

“Saya tidak tahu prediksinya, makanya saya bilang tetap waspada khususnya mereka yang sudah didepostasi dan tertangkap. Ambil keterangan mereka dan awasi gerak-geriknya,” jelas Ustadz Farihin.

Sementara itu, Sanusi Pane menyebutkan bahwa Negara ini sedang darurat terhadap radikalisme, terorisme, ekstrimisme. Karena hampir tidak ada ruang di negara ini bahwa ideologi Pancasila memiliki kesempatan untuk diterima lagi ditengah-tengah masyarakat. Contoh peristiwa yang membuktikan bahwa Pancasila sudah tidak memiliki tempat lagi di Indonesia.

“Saya setuju dengan aksi pelarangan Ustadz Felix Siauw oleh GP Ansor, sebab kita bersepakat dalam bingkai ideologi Pancasila. Kalau ada yang tidak sepaham dengan Pancasila maka silahkan keluar dari Indonesia. Dia menuding Ustadz Felix yang merupaka kader Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara, hal itu dibuktikan dengan menolak tanda tangan keluar dari HTI.

“Ini sudah final bahwa Felix anti NKRI,” ujar Sanusi.

Tak hanya itu, Sanusi membeberkan bukti lainnya yakni dalam situs HTI itu sendiri tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi Negara. “Siapapun itu, maka harus setia pada NKRI dan Pancasila,” tutur Sanusi.

Dia juga mengaku kecewa dengan aksi persekusi yang akhir-akhir ini terus terjadi oleh beberapa kelompok tertentu. Sanusi pun memandang bahwa Indonesia darurat radikalisme, bibit perpecahan sehingga saat ini mengalami peristiwa yang bisa dikatakan Indonesia darurat radikalisme.

“Bahaya radikalisme ini bukan terjadi beda agama saja melainkan juga beda pandangan juga akan mempengaruhinya. Ini sudah mengejala, mewabah di Indonesia. Kami sangat mengutuknya, jangan gampang mengucap kafir hanya berbeda pandangan,” sebut Sanusi.

Ditempat yang sama, Ali Sodikin mengatakan bahwa penyebaran paham radikalisme dan terorisme menggunakan segala cara baik manual maupun digital dengan memanfaatkan teknologi digital yaitu internet. Kondisi rakyat yang religius, polos, mudah percaya, dimanipulasi da disesatkan untuk kepentingan kejahatan mereka.

“Lebih memprihatinkan lagi adalah pola mereka yang meracuni dan merekrut anak-anak muda yang masih polos untuk menjadi martil bagi kejahatan mereka,” tegasnya.

Ali Sodikin pun mengajak semua pihak untuk mewaspadai dan jangan mudah terpengaruh pemikiran dan paham yang mengajak pada jalan kekerasan dalam kasus sosial politik, isu-isu SARA melalui media internet.

“Laporkan kepada pihak berwenang jika mendapatkan segala informasi melalui internet yang mencurigakan sebagai penyebar kebencian, paham radikalisme dan terorisme,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.