Beritaasatu – Kapolda baru Papua Brigjen Paulus Waterpauw di perintahkan segera menyelesaikan kasus di Tolikara, Papua. Hal itu sesuai intruksi Kapolri Jenderal Badrodin Haiti terkait penyerangan terhadap umat Islam yang sedang shalat Idul Fitri pada 17 Juli lalu.
“Untuk kasus di Tolikara, harap bisa diselesaikan secara tuntas. Penegakan hukum, lanjutkan! Namun, disertai dengan pendekatan komunikasi dengan semua pihak,” kata Badrodin, di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7).
Badrodin menambahkan, pendekatan komunikasi dengan berbagai unsur merupakan kunci untuk menjaga keamanan dan perdamaian di wilayah Papua. Hal yang ia anggap krusial adalah menjalin komunikasi dengan gereja.
Ia memandang, ini sangat penting karena masyarakat Papua di pedalaman tidak tahu siapa presiden mereka dan menterinya. Justru, yang mereka tahu adalah apa kata pendeta dan pastor. Komunikasi juga mesti dijalin baik dengan lembaga adat setempat.
Menurut Badrodin, masyarakat di Papua dan Papua Barat masih sangat menaati lembaga adat mereka. Selanjutnya, komunikasi dengan pemerintah dan berbagai kelompok masyarakat.
Kapolda baru Papua Brigjen Paulus Waterpauw menyatakan, akan langsung menemui beberapa tokoh agama dan adat di Tolikara seusai dirinya dilantik di Jakarta menggantikan Yotje Mande. `’Tujuannya, menyamakan persepsi mengenai perkembangan terakhir.”
Ketua Tim Pencari Fakta Komite Umat untuk Tolikara (Komat) Ustaz Fadlan Garama tan mengatakan, tim menemukan berbagai fakta mengenai insiden tersebut. Fakta ini dibeberkan Komat dalam jumpa pers, Jumat. Runtutan ke jadian kerusuhan itu bermula pada Senin, 13 Juli. Ditemukan selembar surat oleh anggota intel Polres Tolikara, Bripka Kasrim.
Surat itu berasal dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Badan Pekerja Wilayah Toli yang di tanda tangani Pdt Nayus Wenda STh sebagai ketua dan sekretaris Pdt Marthen Jingga STh, MA.
Surat yang ditembuskan ke Polres Tolikara itu berisi pemberitahuan adanya seminar dan Kebaktian Kebangkitan Ruhani (KKR) Pemuda GIDI tingkat Internasional pada 13-19 Juli 2015. Dalam surat, tercantum sejumlah larangan bagi umat Islam.
Menurut Fadlan, poin larangan sebagaimana aslinya berbunyi, “Acara membuka Lebaran tanggal 17 Juli 2015, tidak diizinkan di wilayah Kabupaten Tolikara. Umat Islam boleh merayakan hari raya di luar Tolikara dan kaum Muslimat dilarang berjilbab.”
`’Bripka Kasrim memfoto surat itu dan melaporkannya kepada Kapolres Tolikara saat itu, AKBP Soeroso,” kata Fadlan membacakan temuannya.
Kapolres langsung menelepon Bupati Tolikara Usman Wanimbo. Saat itu, bupati sedang berada di Jakarta dan baru kembali ke Tolikara keesokan harinya (14/7). Kapolres menyampaikan isi surat dengan membacakannya. Menurut Bupati, hal itu tidak benar dan meminta GIDI mencabut atau meralatnya.
Presiden GIDI Pdt Dorman Wandikbo STh sempat berjanji mengamankan Lebaran dan kegiatan GIDI. Namun, ternyata, kerusuhan Tolikara terjadi.