Jakarta, beritaasatu.com – Kejati Jawa Barat Ferry Wibisono dituding telah melakukan diskriminatif penundaan pangkat Jaksa struktural, fungsional dan melanggar dokrin Tri Krama Adhyaksa yaitu Satya Adhi Wicaksana dan Ketentuan 7 Tertib.
Menurut aktivis 98 Bahlul, kode perilaku Jaksa diatur dalam Perja Nomor: PER-067/A/JA/07/2007 terdiri dari 14 kewajiban dan 8 larangan. Salah satu kewajiban Jaksa butir huruf (a). Mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Larangan bagi Jaksa butir huruf (a). Menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. Sedangkan, butir huruf (f) bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun.
“Sikap seorang pimpinan harusnya menjadi contoh yang baik, bukan melakukan diskriminasi penundaan pangkat, baik untuk Jaksa struktural maupun Jaksa fungsional,” kata Bahlul.
Hal itu mengemuka saat melakukan aksi ‘bubarkan KPK’ di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan, Senin (26/1/2015).
Lebih lanjut, Bahlul meminta agar Ferry yang juga bekas Dir KPK itu tidak bersikap arogansi kepada bawahannya. “Kebejatan moral pejabat KPK lagi disorot publik, jadi jangan mentang-mentang Eks Dir KPK lalu bersikap arogansi pada bawahan,” tegasnya.
Tak hanya itu, lanjut Bahlul, seluruh jajaran di Kejati Jabar kini dibuat resah akibat ulah dan perilaku Kejati Jabar itu. Sejatinya Jaksa Struktural itu kenaikan pangkat berlaku 6 bulan, dan Jaksa Fungsional 1 tahun.
“Bukan penundaan pangkat yang jadi bulan-bulanan karena faktor egoismenya,” cetus dia.
Oleh karenanya, ia meminta agar Jaksa Agung mencopot Kejati Jabar itu dan memindahkannya ke jabatan lainnya agar bisa intropeksi diri.
“Saran saya tempatkan dia di Sesjam Datun biar introspeksi diri. Semoga Komisi III DPR RI mampu mengultimatum kekonyolan Kejati Jabar tersebut,” tukas Bahlul.