Menguak Mitos Perempuan sebagai Peracik Saus Kretek dalam Bincang Puan Tim PKM-RSH UNNES

oleh
oleh

Semarang – Maraknya isu-isu ketidaksetaraan gender telah mengakar disepanjang sejarah perjuangan para feminis dalam menegakkan hak, keadilan, serta kesetaraan gender. Pada sudut pandang perempuan, selama ini perempuan hanyalah terbebani pada ranah pekerjaan domestik saja tidak diberikan ruang pada sektor publik, dari anggapan itulah kemudian turut memunculkan banyak kasus yang dianggap terus merugikan salah satu gender. Sepanjang usia kehidupan dalam peradaban ini, perempuanlah yang lebih sering dianggap sebagai gender yang tersubordinasikan tersebut, pasalnya perempuan sendiri hingga saat ini belum sepenuhnya lepas dari jeratan bahwa perempuan sejatinya dianggap elok jika ia hanya macak, masak, dan manak.

Latar belakang yang sebetulnya klasikal karena telah mengakar lama tersebut kemudian berhasil menggugah segelincir manusia, salah satunya bagi kami tim PKM-RSH Bincang Puan. Tim Bincang Puan sebagai salah satu tim yang lolos pendanaan PKM bidang Riset Sosial Humaniora pada akhirnya berlabuh pada keputusan untuk menelisik panjangnya isu feminisme melalui contoh kasus ketidaksetaraan yang kami ambil dari kasus perempuan yang keberadaannya direndahkan dalam sektor publik, seperti perempuan dalam ranah pekerjaan. Sehingganya dalam perjalanan riset ini, kami berfokus untuk menelisik dan menyelami lebih dalam apa yang sebenarnya hinggap dibalik anggapan bahwa perempuan sebagai peracik saus kretek adalah sebuah mitos.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, tim bincang puan telah mengagendakan dan telah melaksanakan petualangan feminisme melalui lensa kretek dengan bertandang ke salah satu pabrik kretek di Semarang, yakni PT Praoe Lajar pada 18 Mei 2024 lalu. Perusahaan tersebut melalui sejarahnya merupakan salah satu warisan sebuah keluarga yang turun menurun begitu lamanya sejak usaha tersebut hanya dijalankan disebuah rumah tua milik keluarganya, hingga saat ini masih aktif memproduksi kretek bahkan sudah berbentuk perusahaan. Pada kesempatan penelitian ini kami belajar banyak terkait mengapa perempuan pada industri kretek hanya ditempatkan pada bagian pekerjaan melinting dan sejenisnya, tidak sebagai peracik saus yang memang lazimnya dilakukan oleh laki-laki.

Tidak berhenti di situ saja, tim kami pun melakukan kunjungan ke salah satu kota yang ikonik akan kretek, yakni kota Kudus pada 02 Juni 2024. Mengunjungi Kudus tentunya tidak sah jika tidak turut mengunjungi museum kretek yang kini juga dikenal masyarakat luas, salah satunya melalui film “Gadis Kretek” dikarenakan museum kretek Kudus ini menjadi salah satu lokasi shooting dalam film yang kental akan nilai feminismenya tersebut. Di sana pula melalui banyaknya koleksi, ceirta sejarah, dan penuturan kurator mengenai kretek, utamanya terhadap perempuan dalam dunia kretek semakin memantapkan keyakinan kami untuk melanjutkan penelitian terkait keberadaan perempuan dalam ranah dan sektor publik, salah satunya pada industri kretek, hingga nantinya mendapatkan hasil terbaik yang diharapkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.