Founder Literasi Pemuda Berdikari Ikut Bagikan Selebaran Pemilu Damai, Menuju Indonesia Maju Tanpa Black Campaign

oleh
oleh

Jawa Barat – Indrajidt Rai Garibaldi, S.H. Founder Literasi Pemuda Berdikari bersama Aliansi Aktivis Jawa Barat berupaya memberikan opinion serta mengajak para semua elemen masyarakat bahwa dalam pelaksanaan pemilu 2024 yang semakin dekat kepada hari pencoblosan/pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ini harus bisa memberikan suatu dampak perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.

Indrajidt Rai Garibaldi, S.H. disela-sela Aksi Pembagian Pamflet dan Selebaran ajakan Pemilu Damai 2024 di kawasan Jl. Braga Kota Bandung, pada hari Selaaa, 16 Januari 2024, menyampaikan bahwa pesta demokrasi ini harusnya tidak hanya dilihat sebagai peralihan/pergantian presiden dan wakil presiden saja, tetapi masyarakat harus bisa melihat dari ketiga paslon yang hari ini hadir benar benar membawa narasi perbaikan juga untuk Indonesia kedepan.

“Artinya, hal tersebut harus disambut baik oleh kita semua dengan memberikan bentuk sikap tidak apatis terhadap politik. Lalu kita juga harus senantiasa menjaga kondusifitas serta memberikan bentuk sikap politik yang damai pada proses pemilu 2024 ini, ingat bahwa kontentasi politik ini hanyalah sementara tetapi persatuan Indonesia adalah selamanya.” tegasnya.

Menurut Indrajidt Rai Garibaldi, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian masyarakat menjelang Pemilu 2024, antara lain:

Pertama, terkait beredarnya isu catatan hitam terhadap salah satu capres diberbagai daerah yaitu permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) tentang penculikan Mahasiswa pada tahun 1997 – 1998, kami mengatakan itu sudah sangat kadaluwarsa. Permasalahan HAM tersebut hanya menjadi suatu bentuk komoditas politik pada tahun – tahun pemilu. Buktinya, tiga kali beliau lolos uji verifikasi kontentasi pilpres rasa nya sudah membuktikan bahwa beliau mungkin bisa dikatakan bersih dari pelanggraan HAM. Dibalik itu banyak sekali permasalahan HAM yang seharusnya lebih focus untuk diselesaikan, bukan berarti melupakan kasus penculikan mahasiswa ditahun 1997 – 1998 itu, tetapi kami justru ingin semua kasus permasalahan HAM di Indonesia harus benar benar diselesaikan dan dituntaskan. Kalau pun iya pada akhirnya capres tersebut terbukti sebagai pelanggar HAM, kami rasa jalur hukum secara adil dan tegas perlu untuk di berlakukan sebagaimana mestinya.

Kedua, terkait isu semakin meluasnya politik dinasti pada pemilu 2024 sekarang. Mungkin dengan hadirnya pencalonan sebagai cawapres dari salah satu paslon hal ini menjadi salah satu hal yang kontroversi dan menjadi pembahasan di kalangan masyarakat serta ilmuwan atau para politikus. Pandangan ini akan tetap hadir dan kami tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi yang harus digaris bahawi dalam konsep dinasti politik itu ada proses regenerasi dan revitalisasi yang dimana hal tersebut adalah keberlanjutan dari kepemimpinan suatu Negara.

“Kami tidak sepakat dengan adanya politik dinasti yang hanya mementingkan segelintir orang/kelompok tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Tetapi yang kami lihat adalah substansi dan gagasan dari seseorang yang mengalami peralihan kepemimpinan tersebut. Ada hal yang lebih fundamental untuk hari ini kita lihat, yaitu ide serta gagasan yang dibawa oleh salah satu cawapres tersebut yang sehingga masyarakat mempunyai penilaian tersendiri untuk melihat persoalan ini.” ungkapnya.

Dengan penaikan dia sebagai cawapres justru menurutnya memberikan suatu iklim politik baru di indoensia, bisa iklim positif/negatif, tergantung kita melihat dari sudut pandang sebelah mana.

“Kami mengajak harusnya itu yang lebih dilihat oleh masyarakat Indonesia ketimbang hanya termakan isu politik yang tidak memberiksan pencerahan dan malah membuat gaduh dan terjadi perpecahan di masyarakat gara – gara berbeda pilihan politik.” tegasnya.

Ketiga, menjelang pemilihan presiden tahun 2024 ternyata juga beredar isu “anak haram konstitusi”, mungkin hal ini terjadinya atas hadirnya problematik di Mahkamah Konstitusi. Ini disebabkan karena adanya perubahan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap kubu dari salah satu cawapres sudah merubah undang – undang tersebut hanya untuk kepentingan pencalonan dia sebagai cawapres.

Ia mengungkap bila dikaji dari aspek hukum mungkin hal tersebut dianggap sah dan tidak menyalahi aturan/hukum yang mengatur, selanjutnya MK sendiri sudah menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q pada UU7/2017 tidak bertentangan dengan perlakuan adil dan diskriminatif, dan tidak melanggar pasal 28D ayat (1) dan ayat (4) serta 28I ayat (2) UUN 1945. kami berpendapat bahwa perubahan UU7/2017 tersebut tidak akan merugikan calon presiden dan wakil presiden yang berusia 40 tahun ke atas. Syarat usia dalam kandidasi Presiden dan Wakil Presiden harus didasarkan pada prinsip memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel.

Terakhir bahwa suatu norma yang merupakan open legal policy atau kewenangan pembentukan undang – undang bisa menjadi persoalan konstitusionalitas dengan pertimbangan hukum, sedangkan pasal 169 huruf q UU pemilu tersebut sudah memenuhi empat kriteria sebagai open legal policy.

“Tetapi pandangan masyarakat tidak berhenti dalam melihat kondisi ini hanya sebatas dari aspek hukum, masyarakat selalu mempunyai pandangan lain entah itu dari segi politik, sosial bahkan dari faktor ekonomi. Hal ini membuat muncul nya banyak perspektif dalam persoalan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sehingga menimbulkan banyak problematik di kalangan masyarakat.” pungkasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.