IPW : Pembentukan Panja Netralitas Justru Ganggu Kinerja Polri Amankan Pemilu

oleh
oleh

Jakarta – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, SH menyoroti pembentukan panitia kerja (Panja) Netralitas Polri. Ia melihat bahwa netralitas aparatur sipil Polri/TNI itu adalah wajib dan harga mati untuk adanya demokrasi yang legitimated.

“Tanpa netralitas tersebut maka publik akan tidak percaya pada produk demokrasi seperti Pemilu 2024 ini. Karena itu setiap pimpinan kelembagaan Kementerian, pimpinan Polri dan TNI wajib untuk netral.” ungkap Sugeng, hari ini.

Ia mengingatkan bahwa Polri telah mengatur dalam UU No 2 Tahun 2022 pasal 28, sudah ditegaskan bahwa Polri netral dalam satu proses pemilu dan tidak boleh terlibat anggota Polri dalam kegiatan politik praktis.

“Ini sudah ada aturannya, pelanggaran terhadap peraturan tersebut kepada anggota akan dikenakan sanksi disiplin, dan sanksi kode etik.” jelasnya.

Terkait dengan adanya usulan Panja netralitas Polri di Pemilu 2024, baginya hal itu hanyalah usulan yang tidak perlu.

“Tidak perlu. Karena parlemen atau DPR adalah institusi politik, dimana dalam parlemen atau DPR terhadap beberapa pihak partai atau kelompok gabungan partai politik yang sudah berada pada masing – masing capres – cawapres, tentu punya kepentingan sendiri – sendiri.” bebernya.

Pembentukan Panja, kata Sugeng, hanya untuk kepentingan politik dari partai capres – cawapres tertentu.

“Artinya ada kecurigaan adanya capres – cawapres lain didukung oleh Polri, itu kan prasangka. Tidak penting buat rakyat adanya Panja atau tidak. Jadi menurut saya Panja itu tidak perlu.” tegasnya.

Ia melihat niatan membentuk Panja itu berangkat dari isu. Yakni ada satu – dua kejadian itu harus diklarifikasi dulu, benar atau tidak ada tindakan dari aparat kepolisian yang tidak netral. Baginya ini harus faktual, bukan isu.

“Kalau ada dugaan pelanggaran – pelanggaran netralitas, itulah dilakukan oleh personal anggota. Itu ada mekanismenya, menurut ketentuannya mereka kena aturan disiplin dan peraturan kode etik. Bahkan bisa pidana, contoh di Polda Maluku Utara ada polisi yang mabuk dan membakar salah satu baliho Capres, itu ditindak dan dijadikan tersangka.” lanjutnya.

Ia menegaskan bila dari partai – partai itu bisa membuktikan adanya satu tindakan tidak netral yang sistematis, terstruktur dan masif, itu baru ada urgensi.

“Kalau cuma pelanggaran satu – dua orang anggota Polri, tidak bisa kemudian dibentuk Panja. Panja itu justru bahkan bisa mengganggu kinerja kepolisian untuk mengamankan pemilu itu sendiri.” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.